Senin , Oktober 7 2024
Menu kuliner di Sentra Kuliner Karang Baru

Ramadhan dan “Kesaktian” para Chef Mengolah Makanan

Bulan Ramadhan menjadi momentum yang digunakan masyarakat untuk mengelola kemampuan mengolah makanan. Setidaknya, hal itu nampak menjelang buka puasa. Berbagai menu kuliner bertebaran di sentra-sentra pasar dadakan seperti Jalan Majapahit, Sekarbela, Tanjung Karang, Karang Baru,  Rembiga, Sweta, Cakranegara, dan lain-lain.

Ribuan warga tumpah menjelang buka puasa untuk membeli produk makanan yang diinginkan, baik berupa jajanan maupun lauk pauk dan sayuran. Potensi pedagang itu pun bemunculan tidak hanya dari mereka yang biasa berjualan melainkan juga dari kalangan anak muda yang mencoba bisnis kliner ini dengan mengelar dagangan di pinggir jalan.

Bebagai menu dijual baik yag berasal dari Lombok seperti sate bulayak, sate pusut dan sate rembiga, menu antar daerah seperti sate Madura, dan menu lain dari beberapa daerah di Indonesia.  Semua yang disajikan memang cukup menggiurkan mengingat selama beberapa jam masyarakat tidak mengonsumsi makanan.

Akibatnya jual beli produk kuliner ini meningkat tajam menjelang maghrib disertai kemacetan di sentra-sentra kuliner yang menjadi buruan. Apalagi, para pedagang baru jumlahnya melebihi jumlah mereka yang sudah berprofei sebagai pedagang. Namun, terlepas dari itu, masalah kualitas tetap menjadi incaran para pembeli.

Salah satu produk kuliner yang menjadi buruan hingga membuat warga antre adalah sate pusut yang berlokasi di Rembiga. Antrian warga hingga puluhan orang. Uniknya, walau mengantre cukup lama, konsumen sangat setia menanti disela-sela aroma asap sate yang membubung tinggi.

“Sate pusutnya teras lembut, terbuat dari daging sapi dan terasa lebih gurih dibanding sate pada umumnya di tempat lain,” ujar Deni, salah seorang warga yang rela mengantri selama beberapa menit. Menu ini bisa bertahan agak lama, bahkan masih bisa disantap ketika sahur. Sehingga, tidak sedikit warga yang membeli dalam jumlah banyak walau harganya tergolong lebih tinggi, yakni Rp 250.000 per tusuk.

Faktor rasa yang berkualitas membuat usaha sate pusut ini sangat digandrungi dan menjadi buah bibir, bahkan sampai dipesan secara khusus warga Sumbawa dalam jumlah ratusan tusuk. Sate itu kemudian dikirim melalui bus. Bisa dibilang, ribuan sate pusut dilahap warga setiap hari dari sentra kuliner ini.

Bulan Ramadhan setidaknya menjadi ajang untuk adu skill memasak bagi kalangan anak muda khususnya.  Berbagai macam jajanan mewarnai sentra pasar dadakan untuk uji coba berprofesi sebagai pedagang. Jika di bulan Ramadhan makanan yang disajikan laris-manis, besar kemungkinan dihari-hari berikutnya binis ini berlanjut dan mereka terus menjualnya secara online.

Para pedagang baru banyak yang melahirkan inovasi  berupa jajanan berbagai jenis yang berbeda dibandingkan hari biasa. Sebuah ajang kuliner tempat para pengusaha ini beradu “kesaktian” dengan produk makanan yang diciptakan. ian

Check Also

Chef Theo dari Belanda Ajarkan Continental Food di STP Mataram

Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram menggelar workshop dan praktek continental food 2-9 Juli 2024. Menghadirkan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *