
Prosesi pelaksanaan gawe Tetulak ditandai dengan pembacaan naskah takepan dari daun lontar bertuliskan hurup kawi berbahasa Sasak halus kuno (Sasak Jejawen) dikenal sebagai Tapel Adam dengan langgam mirip Jawa Bali.
Tapal Adam merupakan ungkapan dari cipta, rasa, dan karsa para sastrawan budayawan Suku Bangsa Sasak yang beragama Islam. Hal ini dilihat dari isi yang memuat tentang kejadian alam, manusia, sejarah hidup dan peradaban mulai dari Nabi Adam, Nabi Nuh hingga Nabi Muhammad Saw.
Menurut Ketua Podarwis Tanjung Menangis Pringgabaya, Marzoan Jayadi, S.Pd., Kamis (22/09/2022), tradisi kearifan lokal yang ada merupakan warisan leluhur sebagai insan yang berbudaya dan beragama. “Jadi, mari kita bersama menjaga dan merawat tradisi Tetulak Tetulak Tamperan/Rebo Bontong di Desa kita Pringgabaya ini,” kata alumni FPOK IKIP Mataram ini.
Pembacaan Takepan Tapal Adam dimulai ba’da Shalat Dzohor H-1 pelaksanaan Rebo Bontong (sebagaimana pada Tetulak Desa). Seiring dengan itu dilakukan pengerjaan pengolahan menu dengan bahan 44 ekor ayam (Sonsonan 5 dan Sonsonan pengiring) sampai dengan jelang waktu Shalat Subuh. Kegiatan pembacaan Tapel Adam dan pengolahan menu Sonsonan Tetulak berhenti sejenak jika waktu Shalat tiba. Sonsonan Tetulak Tamperan/Rebo Bontong (sebagaimana pada Tetulak Desa) memiliki nilai filosofi yang universal menyinggung duniawi dan ukhrawi atau hablumminallah dan hablumminannas.
Sonsonan 5 tersebut sebagaimana dijelaskan Mamiq Daniel dan juga Amaq Dian, 2 tokoh adat desa Pringgabaya, yaitu :
1). Sonsonan Ratu, sajian dengan menu daging ayam bulu hitam mulus dibakar dan dipanggang. Daging ayam ini ditaruh di atas sajian nasi Tetulak .
2). Sonsonan Pangeran Ratu, sesajian dengan menu tiga lapis yang terdiri atas nasi, ketan dan telur yang digoreng. Lapisan ini diatur hingga 8 kali dalam sebuah piring besar. Ayam yang dipakai adalah campuran warna bulu merah kuning (bengkuing) dan harus yang belum kawin (ayam muda atau mendara : Sasak). Daging ayam ini dicabut/disuwir (dirobek kecil-kecil) dibuang tulangnya dibalut dengan warna gula merah (gegulik : Sasak) yang kemudian ditaruh berdampingan dengan menu tiga lapis tadi.
3). Sonsonan Rasul Mustafa, sesajiann dengan menu nasi yang banyak dikelilingi dengan 44 butir telur yang sudah dikupas kulitnya. Ini bermakna filosofi tetkait dengan sifat Allah dan Rasul Muhammad Saw yang tak terpisahkan. 20 sifat wajib bagi Allah dan 20 butir sifat mustahil bagi Allah serta 4 sifat bagi Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
4). Sonsonan Jinem.Jinem berarti kamar yang mulia di dalam Istana. Sajian ini dengan menu dari daging ayam berwarna 3 (putih, kuning, dan hitam). Seointas lalu memang warnanya putih tapi di sela-sela ketiaknya ditemukan tiga warna tadi. Makna yang terkandung di dalamnya adalah seseorang yang harus mentapakuri untuk menghilangkan warna kuning dan hitam sehingga betul menjadi putih mulus.
5). Sonsonan Waliyullah, sajian dengan menu daging ayam yang berasal dari warna bulu putih mulus. Sonsonan ini bermakna akhir perjalanan kehidupan manusia yang selamat.
“Manusia dalam kehidupannya diwarnai dengan prilaku yang beragam antara buruk (hitam) dan baik (putih). Semuanya mengalami suatu proses, dari sifat yang jahat sekali (penuh dosa) dan akhirnya bertaubat menjadi insan yang beriman dan bertaqwa hanya kepada Allah dan cinta Rasul-Nya. Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya sebagai masyarakat Sasak Islam yang beriman dan bertaqwa,” terang Amaq Dian (Kusmiardi).