Inilah situs makam Patih Akar Desa Toya
SELONG, LITEERASI : Dijuluki sebagai Patih Akar, dia adalah seorang pejuang dari Kerajaan Selaparang. Pada masa penjajahan, bergerilya keluar masuk hutan sebagai strategi dalam menghadapi musuh yang serakah dan ingin menguasai Kerajaan Selaparang. Musuh pun kehilangan jejak, tak berhasil menemukan sang pejuang saat sampai di sebuah hutan Gubuk Perian di Wilayah Aikmel pada masa itu. Masyarakat setempat kemudian menemukan dua jejak telapak kaki. Jejak tersebut diyakini milik sang pejuang.
Ketika menjalankan taktik strategi bergerlya tersebut sang pejuang bersama istri melewati Kokok (sungai) Akar yang berkedalaman 50 meter. Untuk menyeberang (turun naik kokok) dirinya memanfa’atkan akar akar kayu. Saat sudah menyeberang dan masuk sebuah hutan Perian, dalam kepungan musuh dia dan istrinya menghilang. Musuh pun akhirnya tak bisa berbuat banyak.
Masyarakat yang mengetahui jejak kaki itu kemudian membuat nisan (sebagai tanda) makam bahwa ada pejuang (Islam) yaitu patih/pimpinan dan ahli strategi Kerajaan Selaparang yang pernah menginjakkan kaki dan menghilang di situ saat musuh menyerang. Untuk mengenangnya masyarakat membuatkan nama nisan itu sebagai Patih Akar.
Masyarakat kemudian sering berziarah ke tempat itu, berdzikir dan berdo’a kepada Allah Swt. Dengan keyakinan yang kuat Allah Swt mengabulkan do’a dan harapan masyarakat setempat. Dalam bahasa Sasak setempat, berdo’a disebut dengan Neda. Karena itu, wilayah sekitar tempat jejak Sang Patih Akar itu pun diberi nama Gubuk Peneda/Dusun Peneda.
Menurut Jupel (juru pelihara) Makam Patih Akar, Nurhasanah, Sabtu (24/07/2021), nama Patih Akar merupakan pemberian dari masyarakat setempat, mengingat sang patih bersama istrinya menyeberang Kokok Akar yang hingga mencapai kedalaman 50 meter dengan menggunakan akar kayu. Sedangdkan menurut TGH. Hilmi (almarhum) Jontak Masbagik (yang sering menyampaikan pengajian di Dusun Peneda), nama asli Patih Akar adalah Sayyid Abdul Munir. Selain dikenal sebagai tokoh agama dan pejuang Islam juga sebagai prajurit dari Kerajaan Selaparang. Sedang istrinya bernama Denda Aminah.
Menurut Nurhasanah, makam Patih Akar dibuat permanen pada masa pemerintahan Bupati Lombok timur, H.Ali BD (2003-2008). Pada saat itulah diurus untuk dijadikan sebagai situs budaya. Baru kemudian Makam Patih Akar ditetapkan sebagai situs budaya pada tahun 2010, dimasa SUFI (Haji Sukiman Azmy dan Syamsul Lutfi 2008-2013) menjadi Bupati-Wabup Lotim. Sepuluh tahun kemudian Makam Patih Akar ditetapkan sebagai situs cagar budaya, pada tahun 2020 pada masa pemerintahan SUKMA (Haji Sukiman Azmy dan Haji Rumaksi 2018-2023)..
Nurhasanah melaksanakan tugasnya sebagai Jupel situs makam Patih Akar sejak tahun 2016/2017 menggantikan Amaq Rohani (meninggal dunia 2015).
“Kita jaga dan rawat situs Makam Patih Akar yang bersejarah ini. Sudah kita mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk renovasi bagian bangunan (atap) yang sedikit rusak sehingga kalau hujan air masuk merembes, pada tahun 2017. Mungkin dalam proses, di samping juga negara sedang fokus untuk keluar dari permasalahan Corona Covid 19 yang sampai saat ini belum tuntas,” katanya.
Makam Pattih Akar banyak dikunjungi oleh dari berbagai kalangan dengran berbagai keperluan. Termasuk dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan dinas terkait lainnya yang datcagar budaya tersebut.ang untuk mengecek terkait dengan kondisi
“Berziarah, berdzikir, dan berdo’a kepada Allah Swt adalah hal yang dilakukan oleh masyarakat yang datang. Bahkan ada di antara mereka yang diam berhalwat selama berhari-hari di Makam Patih Akar ini,” tutur Nurhasanah (Kus).