SELONG,Literasi- Dampak ditutupnya akses pariwisata di Lombok Timur akibat Pandemi Corona yang menimpa Indonesia, sangat dirasakan oleh para stakeholder yang bergerak di bidang pariwisata. Seperti pemandu wisata, pengelola destinasi wisata, penginapan, dan sebagainya.
Mansur, Kepala Desa Sekaroh, Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur, mengatakan banyak warganya yang telah beralih profesi untuk menyambung hidup. Padahal sebelumnya, banyak warga masyarakat yang terberdayakan melalui destinasi wisata andalan Lombok Timur yang banyak terdapat di desa tersebut.
“Ya, ada yang nganggur, dan ada yang beraktifitas di ladang,” tutur Mansur melalui aplikasi pesan, Senin (13/04/2020).
Adapun destinasi wisata yang ada di Desa Sekaroh yang telah dikenal keberadaanya oleh khalayak seperti Pantai Pink, Bloam, Telona, Tanjung Ringgit, dan lainnya, telah ditutup guna mencegah penyebaran virus Corona atau Covid-19. Hal ini sejalan dengan himbauan Pemerintah untuk menutup askes pariwisata selama masa tanggap darurat Covid-19. Masyarakat pun menyadari pentingnya melakukan penutupan destinasi wisata untuk memerangi penularan Corona.
“Penutupan itu atas kesadaran pengelola dan masyarakat,” ujar Mansur.
Sementara itu, Koordinator Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lombok Timur, Busran Eka Mayadi, menyematkan harapan agar badai Corona yang sedang menghantam Indonesia dapat segera berakhir.
Dikatakanya, dampak bencana non-alam Covid-19 ini, sangat dirasakan oleh pelaku pariwisata di Lombok Timur. Bagaimana tidak, seluruh booking (Pemesanan) yang telah mencapai 80% hingga Oktober mendatang, terpaksa dibatalkan oleh wisatawan.
Selain pembatalan pesanan, para pengusaha juga dipusingkan dengan besarnya beban biaya yang harus ditanggung. Padahal tidak memiliki sumber pendapatan selama penutupan akses wisata di tengah masa tanggap darurat penanganan Covid-19 ini.
“Kalau kita bicara pariwisata untuk hari ini, kita sudah pupus harapan. Staf semua di rumahkan. Tinggal memikirkan beban pajak, biaya listrik, dan lainnya,” keluhnya.
Eka pun berharap agar Pemerintah Daerah mengambil langkah nyata dengan menelurkan kebijakan yang meringankan beban tanggungan pelaku pariwisata, seperti yang dirasakan oleh pengusaha hotel dan restoran yang berada dibawah naungan PHRI.
“Harapan kami ke Pemerintah Daerah agar mengambil langkah kongrit. Apakah itu kaitan dengan pajak, dan lainnya,” ucapnya.
Dituturkannya lebih lanjut, bahwa pihaknya telah melayangkan surat permohonan kepada PLN agar bersedia melakukan pengurangan daya untuk mengurangi beban pembayaran listrik yang ditanggung pengusaha. Namun langkah tersebut belum mendapat tanggapan dari PLN.
Bukan hanya itu, permohonan peninjauan pembayaran pajak juga telah diajukan ke Pemerintah Provinsi. “Saat ini memang sangat parah. Low season kami masih bisa bertahan, walaupun pendapatan minus. Sekarang sudah tidak ada solusi lagi,” keluhnya.
Menurutnya, sulit untuk memprediksi kapan kunjungan wisatawan ke Lotim kembali normal, meskipun pasca hilangnya wabah Corona yang melanda Dunia. Mengingat, target pasar dalam pariwisata adalah wisatawan mancanegara.
“Kita tidak tahu seperti apa kedepannya. Karena market kami adalah luar Negeri. Tidak akan mungkin dalam waktu dekat, semuanya akan balik seperti semula,” pungkas Eka.
Kebijakan yang dibutuhkan para pengusaha dibidang pariwisata adalah kebijakan yang bisa memberikan keringanan, sementara pariwisata Lombok Timur kembali bangkit seperti sediakala. Hal ini juga sejalan dengan surat yang telah dikeluarkan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomer: B/IL.04.00/14/M-K/2020 perihal Relaksasi oleh Pemerintah Daerah untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona pada Sektor Pariwisata.
“Kami tidak ingin membebani Pemerintah Daerah, yang sudah melakukan segala hal untuk mencari solusi agar cepat keluar dari masalah global ini. Tapi, karena keadaan yang membuat kami minta dibantu, melalui kebijakan untuk kami,” kata dia. dd