SEMARANG, Literasi – Kota Semarang kini menjadi destinasi wisata bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Pasalnya, dari wisata sejarah, kesenian hingga budayanya memiliki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan di Provinsi yang dipimpin Gubernur Ganjar Pranowo tersebut. Salah satunya adalah Desa Wisata Kandri.
Kandri sudah ditetapkan sebagai desa wisata sejak 20 Desember 2012. Masyarakat setempat yang peduli akan manfaat pariwisata pun mulai menggarap potensi yang ada di desa tersebut dengan membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pandanaran. Personilnya adalah masyarakat sekitar.
Sejak 2014, kunjungan wisatawan terus mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2018. “Tercatat, data kunjungan ke wilayah kami di tahun 2018 mencapai sekitar 16.000 orang pertahunnya. Sementara, tahun 2019, hanya ditargetkan sekitar 6.000-8.000 orang saja,” ujar Anggota Pokdarwis Pandanaran Desa Wisata Kandri, Mujiono menjawab wartawan, Kamis (14/11).
Pokdarwis Pandanaran menawarkan wisata petualangan dan edukasi. Base camp Pokdarwis berada di Omah Pinter Petani di Jalan Kandri Barat RT06 RW01. Bangunan yang digunakan juga untuk ruang pertemuan warga tersebut, adalah Corporate Social Responsibility (CSR) dari Pertamina.
Di belakang bangunan tersebut terdapat beberapa kolam ikan, areal persawahan dan lapangan yang cukup luas untuk kegiatan out bond. Kolam ikan biasa digunakan untuk kegiatan tangkap ikan dan pengenalan seputar ikan nila dan gurame.
Bagian Pemasaran Pokdarwis Pandanaran Edi Zubaedi mengatakan, pihaknya menawarkan edukasi minat khusus kepada sekolah mulai dari petualangan di alam pedesaan, tangkap ikan, menanam padi di sawah, memanen singkong, mengunjungi kandang sapi dan melukis caping.
“Kami melibatkan siapa yang mau saja, bisa dari RW1 sampai RW4, tetapi harus mengikuti prosedur tetap yang ada di Pokdarwis. Semisal satu pemandu, maksimal mengampu 10 siswa,” jelasnya.
Untuk personil pembina outbound sendiri, Pokdarwis memberdayakan warga setempat yang baru saja lulus SMA maupun STM, tapi belum mendapatkan pekerjaan. Di antaranya Deni, Indri dan Wahid. Selain itu juga para mahasiswa, maupun pemuda-pemudi yang sudah mendapatkan pekerjaan.
“Setiap ada event, honor untuk pemandu kami berikan Rp 10.000/siswa yang diampu. Untuk hari ini ada siswa kelas 3 dan 4 SD Daniel Creatif School (DCS) Semarang berjumlah 120 siswa,” kata Zubaidi.
Potensi Desa
Zubaedi menjelaskan, Pokdarwis melibatkan masyarakat desa secara langsung, tidak dikelola oleh perusahaan milik perorangan. Berbeda dengan Goa Kreo, yang melibatkan Pemkot Semarang, karena sudah termasuk obyek wisata. Di RW 1, masyarakat bisa merasakan dampaknya langsung, yakni mendapatkan pemasukan dari setiap ada event. Seperti penyediaan snack, makan siang, hal ini dilakukan secara bergantian oleh warga, tidak dimonopoli.
“Begitu juga warga yang singkongnya di panen, pemilik lahan juga mendapatkan uang sebagai pengganti. Pemilik sawah yang digunakan untuk latihan menanam padi, juga mendapatkan pemasukan,” ucapnya.
Terkait kendala, menurut Zubaedi, karena dikerjakan secara gotong royong beberapa sarana dan prasarana yang dimiliki masih perlu ditingkatkan. Salah satunya adalah toilet, yang masih perlu perhatian agar bersih dan juga terawat dengan baik. Karena hal ini sangat kontras dengan kondisi sarana dan prasarana wisata yang dikolola oleh perorangan.
“Kamar mandi, toilet masih seadanya, karena dikerjakan bersama-sama,” ucapnya.
Zubaidi menjelaskan, biasanya event ramai antara Januari-Februari-Maret, kemudian pada Oktober, September dan November. Setidaknya, hampir setiap dua hari sekali, ada kunjungan sekolah untuk berwisata out bond. Setelah selesai mengikuti out bond, peserta akan diajak ke pemilik Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kandri dan beberapa pendukung wisata lain.
“Banyak pembuat camilan di sini, seperti keripik singkong, keripik pisang dan makanan ringan yang lain. Tahun 2018 lalu, pendapatan kotor kami Rp 1,489 miliar,” tandasnya.RUL.