Begibung merupakan salah satu cara mengekspresikan diri bagi masyarakat Sasak saat makan bersama. Begibung cara makan bersama yang disantap dalam satu nare atau nampan besar sebagai wadah yang berisi nasi dan berbagai aneka lauk pauknya. Begibung biasanya dikelilingi minimal 3 atau maksimal 4 orang penyantap yang terlibat dalam acara makan bersama tersebut.
Begibung dilakukan oleh masyarakat Sasak saat ada begawe (kenduri, red) atau selamatan pada acara-acara perkawinan. Tradisi penyajian makanan dalam Begibung menggunakan nampan atau nare, yang di atasnya ditaruh nasi dalam jumlah cukup banyak beserta lauk pauknya terdiri dari sayuran dan daging dengan bumbu khas sasak.
Sajian dalam acara Begibung oleh masyarakat Sasak disebut Dulang. Dulang itu diletakkan secara berjajar membentuk barisan dengan jumlah tamu yang akan diundang. Satu dulang akan dinikmati bersama 3 atau 4 orang.
Pemerhati budaya Lombok Ki Sadarudin mengungkapkan, tradisi begibung juga banyak dijumpai di Lombok saat bulan Ramadan seperti saat ini. Masyarakat secara bersama-sama menikmati sajian makanan dalam dulang ini di masjid-masjid atau musholla lainnya.
“Biasanya sajian makanan ini dinaikkan ke masjid atas dasar kesepakatan warga yang dilakukan secara bergiliran di setiap RT. Masyarakat terutama yang kurang mampu akan berbuka puasa bersama secara Begibung. Sebelum menikmati buka puasa bersama secara Begibung, dilakukan zikir dan doa yang dipimpin tokoh agama atau setidaknya marbot masjid setempat,” kata Sadarudin.
Dalam tradisi Begibung bagi masyarakat Lombok, makanan yang tersaji dalam dulang itu tak boleh dihabiskan. Namun ada yang disisakan untuk dibagi bersama dan dibawa pulang yang kemudian disebut berkat.
Pembungkus berkat berupa pelastik atau daun pisang ini biasanya sudah disiapkan oleh yang mengadakan hajatan, yang diselipkan di dalam dulang, Budaya masyarakat sasak Begibung ini masih dipertahankan sampai sekarang.
“Budaya ini tentunya harus selalu dipertahankan dan di jaga, karena banyak sekali nilai dan pesan moral yang terdapat dalam budaya tersebut, salah satunya adalah nilai kebersamaan, menghargai, rasa bersyukur dan saling menghormati. Tentunya nilai-nilai seperti ini menjadi pengenalan pendidikan karakter bagi anak anak muda saat ini,” ujar Sadarudin.
Menurutnya, jika anak-anak generasi muda sudah mengenal berbagai nilai-nilai moral yang baik di dalam masyarakat maka ini sebagai modal awal dalan pembentukan karakter anak yang baik. Budaya seperti ini sebagai wadah penanaman nilai-nilai yang baik dalam masyarakat sehingga harus di perkenalkan kepada mereka.
“Sekarang ini banyak budaya asing atau budaya luar yang sudah masuk ke masyarakat tanpa terkecuali. Karena itu perlu langkah yang harus dilakukan adalah pengenalan dan penanaman rasa cinta terhadap budaya-budaya yang kita miliki kepada anak-anak kita. Sehingga budaya tersebut akan tetap bertahan,” terang budayawan yang diketahui konsen terhadap pelestarian budaya sasak ini. (her)