Penjabat Gubernur NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi memaparkan kebijakan, praktik serta tantangan pengelolaan sampah dalam tiga komitmen. Hal itu dikemukakan saat menjadi narasumber dan sharing pengelolaan Sampah di Provinsi NTB pada Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan Tempo Media di Jakarta (25/4/2024).
Pertama, NTB sebagai destinasi nasional mesti menghadirkan destinasi bersih dan nyaman. Dimana tugas provinsi menjaga destination image dan kabupaten/kota sebagai lokus destinasi menjaga object image. Kedua, mewujudkan sirkular ekonomi. Sampah memiliki nilai ekonomi dengan menghadirkan industri atau hilirisasi persampahan. Ketiga, menuju NTB Net Zero Emission 2050. Sampah salah satu sumber emisi, maka pengelolaan sampah yang baik, bisa mengurangi emisi.
“Proyeksi total produksi sampah sehari di NTB sekitar 2.709 ton/hari yang dihasilkan seluruh kabupaten/kota, dimana Lombok Timur, Lombok Barat dan Lombok Tengah dan Kota Bima yang terbesar dalam produksi sampah,” ungkapnya.
Miq Gite juga menyampaikan beberapa upaya Pemprov NTB, diantaranya respons masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sampah organik cukup baik. Telah ada 42 Rumah Magot yang mengelola sampah organik, dengan menghasilkan sebesar 6,2 ton/hari.
“Sesuatu yang belum pernah ada, kemudian ada. Termasuk pengelolaan TAP Kebon Kongok dengan menutup landfill yang telah berusia 30 tahun kini ditata dan menjadi Ruang Terbuka Hijau. Landfill dengan tinggi 40 meter seluas 5 Ha menjadi alternatif wisata,” urainya.
Hiliriasi Persampahan dengan ditandai antara lain adanya operasionalisasi pabrik Incinerator pengolahan sampah Limbah B3 Fasyankes, pabrik bata plastik Block Solutio, operasionalisasi TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Kebon Kongok kapasitas 120 ton input dan 50 ton output/hari dan lainnya.
“Salah satu upaya yang dilakukan Pemprov NTB dalam mendukung Cofiring PLTU Jeranjang yakni TPA memproduksi RDF atau pelet sampah untuk mengurani pengurangan Batubara di PLTU. Memang tidak mudah dalam pengelolaan sampah, apalagi sebagai destinasi diperlukan kolaborasi dan integrasi semua pihak.” tuturnya.
Selain pemimpin daerah dari NTB juga hadir Wali Kota Solok Sumatera Barat, Bupati Sumenep dan Wakil Wali Kota Banjarmasin serta praktisi dan konsultan persampahan Waste 4 Change. Peserta FGD sebagian besar adalah para kepala Dinas LH beberapa kabupaten/kota di Sumatera dan Jawa serta Provinsi Lampung.
Sementara itu, menurut Wahyu Djatmiko CEO Tempo Media, FGD ini sebagai sebuah rangkaian panjang yang juga menghadirkan stakeholders lain, misalnya dari Kementerian.
Diharapkan adanya kegiatan prolingkungan tersebut, dapat mempertahankan kelestarian lingkungan dan alam dari kepedulian multipihak.kmf