Di bawah bayang-bayang pohon nangka, terdapat deretan rumah panggung berbahan bambu dan kayu. Suasana di sekitar nampak lengang. Sesekali terdengar suara serangga menjelang matahari turun ke pembaringan.
Dusun Murpeji, Desa Dasan Geria, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, terasa sunyi. Walau sesekali kendaraan melintas di jalan raya, tak cukup mampu membelah kesunyian itu. Pepohonan yang tinggi menjulang membawa memori tentang sebuah hutan. Namun, suasana di sini serasa hutan yang ditatakelola secara apik, perlahan tanpa merusaknya.
Pada sebuah homestay, potensi tanaman dihimpun dalam satu kesatuan. Selain pohon nangka, terdapat manggis, alpukat, kelapa dan durian di areal seluas 1 hektar. Buah dari pohon-pohon itulah yang biasa disajikan sebagai minuman yang menyegarkan kepada para pengunjung.
Hal yang menarik adalah keberadaan madu trigona. Lebah madu ini sudah mulai dibudidayakan sejak dua tahun lalu oleh Lalu Rumenang, pemilik homestay itu. Semula ia hanya coba-coba dengan 10 boks saja. Ternyata, budidaya lebah madu ini mudah, tidak perlu pemeliharaan khusus karena lebah berukuran kecil itu mencari sendiri makanannya di areal yang kaya dengan nutrisi sari bunga.
Kemudahan itulah yang membuat Rumenang ringan tangan mengelurkan kocek untuk membeli bibit lebah madu itu hingga mencapai 400 kotak dengan nilai ratusan juta rupiah. Dari 400 boks lebah madu bisa diperoleh 10 liter madu sekali panen. Panen biasa dilakukan setiap dua bulan.
Hasil panen untuk satu boks memang tidak banyak. Itu semua tidak masalah bagi Rumenang. Pasalnya, lebah trigona tidak terlalu cerewet masalah tempat. Di mana pun rumah-rumah lebah yang disebut kelincung itu ditempatkan, tetap saja menghasilkan madu. Bahkan Rumenang meletakannya di atas bentangan balok kayu di bawah atap kedai homestay yang banyak memanfaatkan bahan bekas itu.
Budidaya madu trigona memang cukup menjanjikan mengingat hasilnya tidak hanya bisa dipetik dari madunya melainkan juga dari propolis atau bagian getahnya. Harga sebotol madu dengan volume 500 mm Rp 200.000 – Rp 300.000 pun sering kali dibeli pengunjung homestay itu sebagai oleh-oleh yang menyehatkan.
Homestay Rumenang tidak hanya mengelola tanaman buah yang hasilnya dimanfaatkan di sana melainkan juga menyewakan penginapan hingga camping ground. Karena itulah, homestay milik Rumenang menjadi salah satu obyek wisata edukasi. Masyarakat sering pula memanfaatkannya untuk melakukan berbagai kegiatan yang serius tapi santai, santai tapi serius.
Lalu Rumenang mengaku masih ingin mengembangkan pengelolaan homestay itu menjadi lebih luas, walau sementara ini jumlah pengunjung yang menginap bisa dihitung dengan jari. Oleh sebab itu dia terus berfikir agar cita-citanya itu segera tercapai. Karena, banyak hal yang bisa dilakukan ketika areal semakin luas tidak sekadar penginapan melainkan juga obyek pengelolaan lain.
Keberadaan homestay Lalu Rumenang bisa mempekerjakan hingga delapan orang ketika tempat itu disewa secara berkelompok. Pada hari-hari biasa, dua tenaga kerja tetap standby dan selalu siap melayani pengunjung yang datang. ian