KLU,Literasi-Pada Jumat lalu, Sekretaris Daerah Provinsi NTB, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si mengikuti puncak rangkaian upacara Nyonyang yang berlangsung di Karang Raden, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara. Rangkaian upacara itu sangat unik.
Miq Gite menjelaskan upacara Nyonyang (nyiu, nyaweang, 1000 hari), atau puncak rangkaian Upakara Gawe Ala (Gawe Mate), dari nelung, mituk, nyiwak, matang puluh, nyatus, nyiu hingga menjadi sempurna.
“Pelaksaanan upacara ini sesungguhnya tradisi masyarakat adat Lombok Utara secara umum. Rangkaian upacaranya dilakukan selama 3 hari,” tutur Miq Gite.
Dimulai pada hari Rabu (06/09) yang diawali dengan pengambilan batu mesan (nisan) di tempat yang sudah ditentukan yakni di Lokok Saong Desa Bentek, Kecamatan Gangga. Hal ini dilakukan oleh sanak keluarga dari almarhum dan almarhumah. Pengambilan batu pesan dipimpin mangku dan kyai. Batu mesan kemudian dibawa untuk di semayamkan di masjid selama satu malam.
Di hari kedua pada Kamis, batu mesan yang telah disemayamkan di masjid diambil kembali dan dibawa oleh sanak keluarga menuju Berugak Agung Kekelat (pusat upakara) untuk dilakukan prosesi pencucian yang dipimpin oleh para kyai..
Ada tiga tempat/kolah yang berisi air. Air pertama untuk nyiramang secara biasa. Kemudian pindah ke kolah yang kedua untuk dibersihkan dengan wewangian seperti sabun. Yang ketiga disucikan dengan air yang berisi kembang. Berikutnya dibungkus dengan kain putih dan kemudian dikengkem (disemayamkan/diinapkan) satu malam di Berugak Agung .
Pada sore hari setelah sholat Ashar dilakukan meroah ngaji mesan dan meroah buka Alquran. Setelah sholat Isa, dilanjutkan dengan prosesi mengaji Alquran yang dibaca oleh para kyai penghulu se Desa Tanjung.
Prosesi dilanjutkan dengan acara lemurut yang merupakan pembersihan/pensucian kyai penghulu yang akan mengikuti upakara pada keesokan harinya. Proses ini berupa penyemprotan wangi wangian dan bedak pembersih kepada kyai penghulu oleh keluarga terdekat seperti anak, istri, suami,dan cucu. Kyai-kyai disimbolisasi sebagai arwah-arwah almarhum dan almarhumah yang harus disucikan. Acara dilanjutkan pembacaan pepaosan dengan membaca kitab Tapel Adam.
Hari ketiga pada Jumat (08/09) pagi, dilakukan prosesi membawa mesan ke pusara masing-masing almarhum dan almarhumah oleh sanak keluarganya dengan membawa dulang sanganan, lekesan, cerek dan pedupayan yang di pimpin oleh masing-masing kyai yang ditunjuk.
Prosesi ini dilakukan untuk mengganti batu mesan yang sudah ada dengan batu mesan yang sudah sucikan dengan melakukan zikir dan doa. Acara ditutup dengan membalurkan air presan ke batu mesan.
Sepulang dari makam, dilakukan pengisian ancak yang dipimpin oleh seorang kyai penghulu diawali dengan pembacaan doa oleh kyai. Selanjutnya dilakukan pengisian ancak yang diawali dengan membuat nasi aji di sejumlah almarhum dan almarhumah yang diupacarakan. Runtutannya, ancak kemudian diisi dangan lauk pauk berupa ayam panggang, jajan – jajan salawat berbagai macam dan berbagai aneka ragam buah-buahan yang merupakan simbolisasi dari organ tubuh manusia. Misal, bubur putih dan bubur merah melambangkan darah merah dan darah putih dan seterusnya.
Setelah pembuatan ancak selesai, prosesi lanjutannya adalah meroah selamat gawe nyoyang dengan membaca Al Ikhlas, Al fateha, zikir, doa dipimpin oleh kyai penghulu. Prosesi ini dilakukan sebelum sholat Jumat. Setelah itu makan begibung para undangan seluruhnya.
Usai sholat Jumat, prosesi dilanjutkan dengan yerah sedeqah salawat “anak pati putu ning Adam” (almarhum dan almarhumah yang dikaryanin/digaweang/kerjakan), diawali dengan khataman Alquran, dilanjutkan dengan nyerah sedeqah salawat tersebut.
Penyerahan sedeqah salawat dilakukan oleh wali penyerah dan wali penampi (penerima). Wali penyerah menyerahkan semua sedeqah salawat anak pati putu ning adam yang dibawa oleh sanak keluarga almarhum dan almarhumah dengan bahasa penyerah.
Selanjutkan wali penampi menerima penyerahan sadeqah shalawat itu dengan bahasa yang sama dari pembayun penyerah, dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh salah seorang kiyai penghulu. Prosesi berikutnya salam-salam yang diikuti oleh seluruh kekuarga besar dari almarhum-almarhumah yang diupacarakan.
Sedangkan sedekah selawat diberikan kepada masing masing penghulu/kiyai untuk dibagikan kepada yang berhak menerima.Isi dari ancak dibagikan kepada keluarga-masyarakat yang mengikuti upacara tersebut.
“Dibalik acara nyoyang setidaknya terselip tiga pesan moral. Pertama, ekspresi cinta kasih, bukti bhakti dan kesetiaan anak cucu kepada leluhurnya. Kedua, momentum sillaturrahmi keluarga besar. Ketiga, spirit gotong royong dan kebersamaan komunitas. Jelang sholat ashar, prosesi nyoyang pun tuntas,” jelas Miq Gite. Kmf