Cikal bakal kepedulian terhadap lingkungan diawali dari masyarakat sendiri. Karena, wisatawan akan pergi, sedangkan masyarakat akan tetap di tempat dan menerima setiap kondisi. Karenanya, masyarakat mesti bangkit dalam gerakan menjaga lingkungannya sebagai bagian dari ekowisata.
Kemunculan ekowisata di NTB bermula dari lemahnya informasi tentang turis ketika Gili Trawangan mulai dikenal sebagai New Paradise ditahun 80 an. Kala itu, terjadi penolakan masyarakat dengan berbagai alasan seperti tergerusnya kearifan lokal.
Isu-isu lingkungan itu akhirnya memunculkan gerakan pecinta alam yang kemudian menyebut alternatif tourism untuk mengembalikan kepercayaan, salah satunya ekowisata.
Selain itu muncul pula sustainable tourism yang memiliki target sama. Namun, isu-isu lingkungan itulah yang membangun konsep ecotourism yang bermakna bahwa seseorang yang berwisata bertanggung jawab pula dengan lingkungannya.
“Dalam ekowisata, aspek alam yang menjadi atraksi wisata terutama kepada segmen pasar khusus yang menikmati dan mengharapkan destinasi itu alami,” kata dosen Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram, Dr.I Made Murdana, M.Par.
Ekowisata merupakan sebuah misi dan community yang mengedepankan aspek alami untuk kembali ke lingkungan alam seperti manusia dan ekologinya tanpa mengganggu masyarakat dan bahkan mengajaknya untuk tetap menjaga lingkungan.
Di Gili Trawangan misalnya, isu lingkungan sekaligus membangun inisiatif masyarakat membentuk Gili Eco Trust. Gili Eco Trust dalam kegiatannya mengajak turis maupun warga lokal untuk ikut peduli lingkungan di Gili Trawangan dan dua pulau lain di sekitarnya,
Gili Eco Trust melakukan berbagai kegiatan pelestarian lingkungan seperti melindungi dan merehabilitasi terumbu karang, mencegah erosi pantai, membersihkan pantai, melakukan edukasi dan peningkatan kesadaran, dan kegiatan lainnya.
Kendati pengertian ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, pada hakekatnva, ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberi manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budava bagi masyarakat setempat. Sehingga, ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi.
“Seberapa besar ekowisata dikembangkan dalam desa wisata, hal itu bergantung seberapa besar desa mengembangkan kealamiannya,” kata Murdana seraya menyebut antara ekowisata dan desa wisata sangat matching.
Persoalannya, pendekatan masyarakat dalam dunia pariwisata selama ini cenderung ke ekonomi atau belum ke lingkungan. Karena itulah, orang-orang ekowisata harus ikut berkontribusi untuk mengedukasi. Misalnya kultur dan budaya tetap jalan yang dikombinasikan dengan wisata.
“Dalam ekowisata masyarakat dirangkul untuk pengembangan aspek lingkungan. Keseharian masyarakat pun bisa menjadi atraksi seperti mengajak wisatawan melihat nelayan mencari ikan. Jadi segala kegiatan masyarakat menjadi potensi ekowisata,” urai Murdana.
Menurut Murdana, ekowisata di gili bisa berkembang tidak lepas dari adanya basis gerakan masyarakat. Hal itu bisa ditularkan ke kawasan lain jika memiliki gerakan serupa dengan keunikan yang berbeda, sebutlah keunikan budayanya. ian