Pengetatan protokol kesehatan ditengah wabah Covid 19 membangun keyakinan akan terjadinya kebangkitan sektor pariwisata. Keindahan alam dengan pesona desa wisata tidak hanya dinikmati melainkan juga dijaga dan dipelihara.
“Ingin ke sana,” kata Maya spontan ketika melihat gambar indah obyek wisata Dende Seruni pada hanphone androidnya. Ada menara bambu, jalan kayu ditengah hamparan air, suasana alam yang terasa kesejukannya walau hanya sekilas lewat pandangan mata. “Ini pemandangan bisa meningkatkan imun tubuh,” tambah warga Mataram itu.
Ia merasa yakin dengan dirinya walau dimasa pandemic. Selain sudah disuntik vaksin sebanyak dua kali, persiapan hansanitizer dan masker menjadi pegangan wajib setiap hari. Karena itu, pandemic tidak menyurutkan keinginannya menuju Dende Seruni. Dan, ia masih memendam keinginan tersebut hingga hari libur nanti.
Pengelola destinasi wisata Denda Seruni, Desa Seruni Mumbul, Kecamatan Pringgabaya, Imran, mengakui sektor pariwisata merupakan potensi yang bisa mendatangkan pendapatan bagi warganya. Ia membuktikan pada tahun 2019. Berkat kehadiran wisatawan yang bisa mencapai 6.000 orang saja bisa mendatangkan omzet Rp 400 juta. Akibat pandemi, kini kunjungan menurun hanya sekira 15 orang sehari, sedangkan pada hari libur mencapai 200 orang dengan jumlah omzet Rp 1 juta sehari.
Fakta pandemi yang melanda dunia bukanlah alasan untuk berhenti mempercantik obyek wisata dengan nilai investasi yang cukup tinggi, kecuali hanya perlu mengemas aksesoris tambahan bagi pengunjung dengan menerapkan protokol kesehatan yang juga dilakukan pengelola obyek wisata setempat.
Hal serupa diterapkan pengelola obyek wisata Tanjung Menangis Ketapang, Kecamatan Pringgabaya. Bagi Ketua Pordarwis setempat, Lalu Marzoan Jayadi, S.Pd., ketika muncul wabah global, pihaknya tetap membangun infrastruktur berupa jembatan, tanggul dan pengaspalan pada tahun 2020. Hal itu dilandasi keyakinan sektor ini memiliki efek ganda perekonomian. Sebutlah warga yang bisa bekerja dengan hidupnya sektor pariwisata terus bertambah. Pembangunan itu disusul munculnya kafe hingga 7 unit dengan daya serap tenaga kerja yang terus meningkat.
Setelah pembangunan tanggul, jumlah pengunjung meningkat yang berimbas pada pendapatan pedagang. Seorang pemilik kafe bisa meraup omzet sekira Rp 500.000 – Rp. 1000.000 sehari. Sedangkan pengelola tiket masuk dan parkir mencapai meraih pendapatan Rp.500.000 dihari biasa. Namun, pada hari Ahad pendapatan bisa mencapai Rp 12.000.000.
Jadwal kunjungan ditetapkan untuk hari biasa pukul 08.00 hingga pukul 22.00 wita. Pada hari Ahad pukul 06.00 wita hingga pukul 23.00 wita.
Pokdarwis Tanjung Menangis Ketapang menyikapi sektor pariwisata secara dinamis dengan menerapkan prokes sesuai anjuran pemerintah. Karena itulah Marzoan merasa yakin obyek wisata yang dikelolanya akan terus berkembang seiring membaiknya kesadaran masyarakat menerapkan pula protokol kesehatan.
Baginya, aspek kesehatan ini justru bisa menjadi investasi pariwisata mengingat kesehatan juga menjadi kebutuhan masyarakat. Sehingga, penerapan prokes yang ketat diberlakukan di obyek wisata Pantai Ketapang, terkhusus bagi kalangan anggota, pengelola maupun pengunjung. Hal itu merupakan bentuk keseriusan untuk tetap menatakelola ekosistem pariwisata sesuai kaidah sapta pesona.
Bukan untuk Putus Asa
Situasi pandemic juga tidak menyurutkan Desa Kembang Kuning di Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur. Hal ini tidak lepas dari multiflier effect industri tanpa asap tersebut. Melalui kunjungan orang dari berbagai belahan dunia, berbagai sektor bisa hidup seperti pertanian, peternakan bahkan kebiasaan masyarakat. Artinya, pandemi yang berlangsng dua tahun terakhir, bukan ajang untuk membangun putus asa melainkan sebuah wahana untuk mempersiapkan diri secara kreatif dan inovatif.
“Semua warga masyarakat bisa terlibat di sekor wisata mengingat 100 guide yang ada di Kembang Kuning bisa mengajak siapapun warga di desanya untuk ikut bekerja sesuai dengan minat wisatawan dalam paket wisata yang diikutinya,” kata Kades Kembang Kuning, Lalu Sujian.
Ia menyebut disektor pertanian seperti proses menanam padi sangat disukai wisatawan. Demikian halnya dengan proses pembuatan kopi. Selain itu, tentu juga pesona air terjun Ulem – ulem, air terjun Burung Walet, air terjun Kokok Duren, dan air terjun Seme Deye yang memesona..
Semua sektor yang sudah menyatu dengan kehidupan masyarakat ikut bergerak sehingga membangunkan desa yang indah itu dengan berbagai kegiatan sebagaimana yang mereka lakukan sehari-hari.
Pada tahun 2019 misalnya, pendapatan per satu kamar homstay bisa mencapai Rp 22 juta sebulan. Sedangkan pendapatan desa diatas Rp 100 juta setahun. Hal itulah yang tidak membuat Kembang Kuning lelap ketika pandemic dunia melanda.
Walau pendapatan anjlok ditahun 2020 hingga sekarang, berbagai upaya dilakukan memperkuat sendi-sendi pariwisata. Sebutlah penerapan CHSE sebagai protokol kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Pihak desa juga mengeluarkan instruksi pelarangan kegiatan yang mengundang kerumunan.
“Tidak ada kasus covid yang menimpa warga Kembang Kuning karena masyarakat patuh anjuran pemerintah,” ujar Lalu Sujian.
Selain itu, Pemdes setempat melakukan peningkatan kapasitas SDM dengan melakukan berbagai pelatihan bekerjasama dengan berbagai pihak seperti Balai Pelatihan Kerja (BLK), pembukaan kursus bahasa Inggris, kuliner dan lain-lain. Karena itu, Kembang Kuning membuka diri bagi mahasiswa KKN yang terjun ke desanya.
Penguatan Kapasitas SDM
Menurut Sujian, tahun ini sejumlah mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram melakukan tematik dengan berbagai kegiatan seperti pengelolaan homstay dan obyek wisata. Pun penerapan CHSE yang diaplikasikan dintaranya melalui pelatihan pengolahan sampah bagi masyarakat. Kegiatan itu disambut masyarakat dengan antusias. Dengan cara ini, ketika sektor pariwisata bangkit kembali, masyarakat sudah siap menyambutnya.
“Kami juga sering mendatangi perguruan tinggi meminta mahasiswa KKN,” katanya.
Menurut pemerhati pariwisata yang juga Ketua STP Mataram, Dr.Halus Mandala, M.Hum., Lombok Timur memiliki potensi pariwisata yang luar biasa. Selain sejumlah desa yang sudah dijadikan desa wisata, terdapat juga desa lain yang layak sebagai obyek wisata desa. Dengan beragam potensi itu, langkahyang bisa dilakukan dimasa pandemic adalah penguatan kapasitas SDM.
“Sekaranglah saatnya memperkuat kapasitas SDM,” ujarnya.
Karena itu, pihaknya menerjunkan mahasiswa KKN di berbagai desa yang memiliki potensi pariwisata seperti Kembang Kuning dan Tetebatu. Langkah itu dilakukan dengan tetap memadukan antara program desa dan program mahasiswa.
“Mahasiswa kami bisa memasilitasi kebutuhan-kebutuhan desa, misalnya ketika desa memerlukan penambahan wawasan di sector lingkungan, kami akan datangkan orang itu,” katanya.
Sesuatu yang diharapkan dari KKN mahasiswa adalah adanya perubahan di desa setempat. Sebutlah kalau semula desa itu merupakan desa berkembang, bisa berubah menjadi desa yang maju. Ketika desa itu sudah maju, kontribusi mahasiswa adalah menjadikannya desa tersebut menjadi mandiri.
Baik Lalu Sujian, Imran maupun Lalu Marzoan, mengakui masa pandemi telah berdampak pada kunjungan obyek wisata yang dikelola di desa masing-masing. Namun, secercah harapan sudah mulai terbuka ditengah terbangunnya kesadaran bersama bahwa keidahan alam tidak hanya cukup dinikmati melainkan juga dijaga dan dipelihara, termasuk beradaptasi dengan era normal baru dengan menata dan memformulasikan program secara terencana dan komperehensif. Kus ds