Mataram, Literasi-Kota tua Ampenan di Kota Mataram, NTB, merupakan simbol kemajemukan yang terus bertahan hingga sekarang. Kerukunan antar warga pun tetap terjaga dibalik nilai historis kota peninggalan Belanda itu.
Dosen STP Mataram, Dr.Made Suyasa, mengemukakan Ampenan memiliki nilai sejarah yang layak dipertimbangkan sebagai cagar budaya. Bangunan tua yang terdapat di kota pesisir itu mencerminkan aktivitas masa lalu yang tak pernah lekang oleh waktu.
Terkait histori Ampenan, Suyasa menekankan tingginya perbauran antar etnis di sana seperti Arab, Cina, Bali dan warga setempat. Kemajemukan inilah yang patut dijaga sebagai peninggalan yang bermakna. Karena itu ia memaparkan pentingnya perda berkenaan dengan cagar budaya agar diperoleh data peninggalan serta master plan cagar budaya tersebut.
Karena keunikanya, Ampenan, mencuri perhatian kalangan akademisi, pemerintah dan kelompok sadar wisata (pokdarwis) dalam diskusi publik yang digelar mahasiswa Usaha Perjalanan Wisata (UPW), Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram di Mataram, Sabtu (18/12).
Hadir Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Mataram, perwakilan pokdarwis dan akademisi. Sebagaipemateri masing-masing Dr. I Made Suyasa, M.Hum dan Ajuar Abdullah, M.Sc yang mendorong Ampenan menjadi salah satu destinasi prioritas di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI. Diskusi yang mengedepankan tema Quo Vadis Kota Tua Ampenan. Hal yang menarik dibahas karena tahun 2016 Kota Tua Ampenan sudah tercatat di UNESCO kota kategori cluster B.
Wakil Ketua III STP Mataram, Rizal Kurniansyah, mengharapkan Ampenan dikembangkan lagi oleh para pelaku wisata dengan memaksimalkan wisata kota tua.
Baik Suyasa maupun Ajuar Abdullah sepakat kota tua Ampenan menjadi kawasan cagar budaya atau kota pusaka. Jika hal ini terealisasi maka Ampenan akan memiliki master plan yang bisa membangkitkan sejarah budaya sekaligus gastronomi wisata.