Minggu , Oktober 6 2024

Menengok Situs Makam Beru yang Penuh Cerita

Situs Makam Beru

SELONG, Literasi – Situs Budaya Makam Beru di  Desa Wanasaba, Kecamatan Wanasaba, Lombok Timur (Lotim), NTB, memiliki banyak cerita. Situs tersebut disahkan dengan SK Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Lotim tahun 2010 dan SK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lotim pada tahun 2020.

Berada dalam areal pemakaman umum  seluas 6 hektar  Makam Beru dibangun pada tahun 2006 dimasa pemerintahan Bupati Lotim DR. H.Moch.Ali bin Dachlan (2003 – 2008). Pada saat  itu dilakukan pengajuan sebagai Situs Cagar Budaya yang harus dilindungi dan dilestarikan sebagai bukti benda bersejarah masa lampau.

Baru pada tahun 2010, SK sebagai Situs Cagar Budaya diterbitkan pada masa pemerintahan H.Sukiman Azmy periode 2008 – 2013 lewat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Lotim. SK sebagai Situs Budaya  Makam Beru kembali diterbitkan tahun 2020 melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lotim.

Juru pelihara Makam Beru, H. Lalu Sukradis, S.Pd., mengemukakan petilasan walyullah dari tanah Jawa di Makam Beru itu tertulis dalam Kitab Mangui, sebagaimana disampaikan oleh Raden Arya Baya (Ninik  dari Haji Lalu Sukradis). “Namun sayang, buku  tersebut dibawa ke Sulawesi oleh salah seorang paman dan tak dibawa kembali. Hngga sekarang buku tersebut  tak ditemukan,” tutur pensiunan guru SMPN 3 Wanasaba ini.

Ia menuturkan pada tahun 1200 an (abad 13 M), seorang  ulama dari Tanah Jawa berangkat  ke Gumi Sasak Lombok hingga sampai di Bayan (Pelabuhan Carik) Lombok Utara dan menetap di sana. Tidak lama kemudian sang ulama mendapat  mubassyirat bahwa Gunung  Samalas (Gunungj Rinjani saat ini) akan meletus.

Karena itu, bersama pengiringnya ia mengamankan diri ke Gunung Anaq Dara (Mangkudara : Indonesia). Dan, benar adanya, Gunung Samalas meletus pada tahun 1257 M yang getarannya maha dahsyat hingga Eropa selama tujuh hari tujuh malam. Namun, erupsinya tidak mengalir ke seputaran Gunung Anak Dara sehingga ulama itu pun selamat.

Sementara  itu, sekelompok orang (pengungsi di sebuah tempat di seputaran Gunung Samalas) dipimpin oleh seorang waliyullah berdo’a agar Allah SWT menghentikan letusan Gunung Samalas. Setelah Gunung Samalas berhenti meletus, di tempat berdo’a tersebut ditemukan puing-puing kerajaan tertua di Lombok. Tempat itu kemudian diberi nama  Selaparang yang berarti batu penentuan.

Mengetahui Gunung Samalas sudah aman, sang ulama bersama pengiringnya kembali ke tampat semula (Bayan Pelabuhan Carik). Bersama pengiringnya mereka kemudian berniat ke Selaparang

Namun, perjalanan ke Selaparang dari Bayan terhenti  karena sang ulama meninggal dunia di Suren Geneng. Ketika jenazahnya hendak dikembalikan ke Bayan, jenazah itu terasa berat dan tak bisa diangkat. Akhirnya perjalanan dilanjutkan ke Selaparang dan istiirahat di pertigaan Sebau.

Ketika hendak dimakamkan di  Sebau jenazah kembali tidak bisa diangkat. Jenazah bisa diangkat ketika perjalanan hendak dilanjutkan ke arah selatan/Pesugulan (Jurang Koak) terus ke selatan dan sampai  di sebuah  tempat (tak dikenal namanya) serta istirahat di sana. Saat hendak melanjutkan perjalanan ke  tujuan semula (Selaparang), lagi-lagi jenazah sang ulama tak bisa diangkat. Karena itu, jenazahnya dimakamkan di tempat itu juga. Konon, saat   dimasukkan ke liang lahat jenazah sang ulama menghilang sehingga makam ini dikenal sebagai  petilasan  seorang  waliyullah.

Karena dulu tempat tersebut merupakan  hutan yang  banyak pohon pisang kepok, maka diberi nama Wanasaba, diambil dari kata Seba (berseba-seba : Sasak dialeg geto-gete, sebagaimana bahasa orang Wanasaba saat ini) yang berarti bermusyawarah. Atau dalam bahasa Sansekerta,  Wanasaba  berarti hutan yang lebat.

Bernama Malta Bin Asegaf.

Jupel Situs Cagar Budaya Makam Beru, Haji Lalu Sukradis, S.Pd., mengemukakan Makam Beru banyak dikunjungi warga berbagai kalangan, mulai dari masyarakat umum hingga tokoh agama. Salah satunya TGH. Najamudin dari Praya Loteng.

“Beilau bersama rombongan (jamaah, murid dan para ustadz) ke sini  pada tahun 1975. Beliau sudah meninggal dunia,” katanya seraya menambahkan bhwa TGH. Najamudin menyampaikan bahwa jenazah di Makam Beru adalah seorang ulama yang sudah mencapai derajat waliyullah  yang berasal dari Tanah Jawa.

“Sebagaimana disampaikan oleh TGH. Najamudin pada tahun 1975 bahwa nama Wali di Situs Cagar Budaya Makam Beru Desa Wanasaba Lotim ini adalah Malta Bin Asegaf, ” ungkapnya.(Kus).

Check Also

Menikmati Pesona Rinjani Dari Gunung Loang Dares

Anda hobi mendaki gunung? Gunung Loang Dares di Desa Bebidas Kecamatan Wanasaba Lombok Timur mungkin …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *