Inilah situs Masjid Pusaka Ketangga.
SELONG, Literasi : Dalam kurun waktu tahun 1201 – 1300 M (abad 13 – 14) atau bertepatan dengan tahun 600 an H, para ulama (penyebar agama Islam) menyebar di seantero wilayah pedesaan Pulau Lombok. Salah seorang diantaranya adalah Alam Dana/Mangku Alam yang turun ke Selaparang yaitu Desa Ketangga.
Kehadirannya di sana menyebarkan agama Islam dan mendirikan masjid yang kemudian dikenal sebagai Masjid Pusaka Desa Ketangga Selaparang pada tahun 1000 H. Dari sinilah asal.mulainya atau sebagai cikal bakal pengislaman Raja.Selaparang yang masih beragama Bodha/Hindu.
Dalam kurun waktu abad 13-14 tersebut banyak peristiwa yang mewarnai dinamika Pulau Lombok. Pada tahun 1257 meletus Gunung Samalas selama 7 hari 7 malam dengan dahsyatnya dan menggetar goncangkan pelataran belahan bumi hingga dunia Eropa. Semua yang ada porak poranda, termasuk terkuburnya/hancurnya kerajaan purba di Pulau Lombok yaitu Kerajaan Permatan.
Di sinilah warga yang tersisa (pengungsi) bersama sang ulama.yang lebih dikenal sebagai waliyullah itu memanjatkan do’a. Letusan Gunung Samalas pun berhenti. Tempat tersebut kemudian disebut sebagai Selaparang.
Meletusnya Gunung Samalas, berakhirnya Kerajaan Permatan di Pulau Lombok dan berganti menjadi Kerajaan Selaparang Hindu. Kerajaan Selaparang Hindu kemudian ditaklukkan oleh Majapahit pada tahun 1357 dan bergabung menjadi bagian dari negeri Nusantara.
Waktu terus berjalan mengiringi napak tilas perjuangan para waliyullah hingga 400 an kemudian (sejak abad 13-14) yaitu pada tahun 1000 H atau bertepatan dengan tahun 1591 M, seorang di antara Waliyullah yaitu Alam Dana/Mangku Alam, datang ke Selaparang dan membuat permukiman baru dengan nama Ketangga. Di sinilah didirikan sebuah Masjid Pusaka, sebagai cikal bakal pengislaman Raja-Raja Selaparang yang masih beragama Bodha//Hindu.
Menurut M.Jaelani, S.Pt., Ketua Kerama Adat Desa Ketangga, Kecamatan Suela Lotim, Selasa (27/07/2021), kepada awak media ini menyampaikan lebih jauh terkait dengan Masjid Pusaka Desa Ketangga Selaparang itu.
Kata dia, Masjid Pusaka berisi : 1). Batu yang berasal dari Negeri Bagdad yang dibawa oleh para qali sebagai simbul arah Shalat 2). Al-Qur’an bertulis tangan dan Kitab-Kitab Agama Islam Zaman Raja Selaparang, termasuk teks Hotbah Hari Raya Idul Adha pada zaman Raja Selaparang. 3). Sabuk Pusaka, dan 4). Selendang Raja.
Jaelani melanjutkan, totalitas keaslian bangunan Masjid Pusaka sebagaimana telah didokumentasi oleh pemerintah Hindia Belanda dan dikirim ke Negeri Belanda. Sesuai zaman modernisasi banyak yang direnovasi, yang masih utuh kesliannya adalah atap/kubah Masjid, bentuknya sebagaimana pada umumnya masjid-masjid lama mengikuti kearifan lokal Nusantara.
Masjid Pusaka Desa Ketangga Selaparang sejak tahun 2010 ditetapkan sebagai situs budaya yang harus dijaga dan dirawat sebagai bukti warisan leluhur yang berbudaya dan beragama. Salah seorang dari keturunan Raja Selaparang Islam pun yaitu Dewi Anjani, dikenal sebagai sosok yang sholehah dan memiliki ilmu ketauhidan tinggi, telah menginspirasi untuk pemberian nama dari Gunung Samalas menjadi Gunung Rinjani.
Jaelani mengapresiasi, Masjid Pusaka sama seperti masjid lain, sebagai tempat shalat lima waktu, shalat Jum’at, dan shalat Id (Idul Fitri dan Idul Adha).
“Untuk shalat lima waktu di teras, sedangkan shalat Jum’ at dan Shalat Id dipakai semua (luar dan dalam). Untuk shalat Jum’at jadwal bergantian, sehingga antara Masjid Jamiq dan Masjid Pusaka tetap dipakai,” terang sosok yang juga Ketua BPD Desa Ketangga ini (Kus)