SELONG, LITERASI -Sejak tahun 1970 an Amaq Farhan alias Masdah (82 tahun) mendedikasikan dirinya sebagai Tukang Solder sekaligus sebagai pengrajin alat musik tradisional Sasak, Penting-Mandolin. Farhan remaja dikenal masyarakat Gumi Selaparang dengan karya-karyanya.
Amaq Farhan merupakan pengrajin alat musik tradisional berupa alat petik Guitar-Mandolin (Penting-Mandolin), alat gesek biola (Piul : Sasak), alat pukul gidur, rencek, dan gendang. Sekomplit alat musik tradisional ini kemudian dikemas dalam bentuk musik tradisional Sasak Kebangru’an yang membawa nama Dusun Benyer (tempat kelahirannya) Desa Bagik Papan (dulu) dan kini masuk Desa Telaga Waru (pemekaran desa 2011), Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur. Ia sempat tampil pada pentas di Taman Budaya NTB dan beberapa Destinasi Wisata di daerah ini.
“Bebante Sembalun Bumbung
Dasan Telaga Sembalun Lawang
Namun mate endekta burung
Silak pacu gawek Sembahyang.
Bau sampi lek gawah rejeng
Pelecing gedeng nangka
Sei-sei nganakang kepeng
Bejelengkang lek neraka”.
Demikian Amaq Farhan melantunkan syair bernada Pentatonis Selendro sambil memetik Penting-Mandolin di tempat kerjanya sebagai tukang solder. “‘Agol legu si bruk sino aran na Cempaka Putik (Nada lagu tadi itu namanya Cempaka Putiih),” imbuhnya, Ahad (27/06/21.
Menurut Amaq Farhan, era sebelum ada pengeras suara, Penting-Mandolin dan gidur (1970 an) dipakai membangunkan orang untuk shalat subuh dan makan sahur saat bulan Ramadhan. Sebagaimana dilakukannya keliling Benyer pada masa dahulu.
Sampai saat ini ada saja yang memesan sekomplit alat musik buatannya, baik dari masyarakat umum maupun dari sekolah-sekolah. “Pokoknya dari Pulau Lombok. Ketangga, Sikur, Mamben, Sapit, Mataram, Bayan, dan Loteng juga,” terang Amaq Farhan sembari menambahkan harga untuk satu komplit alat musik Pentting-Mandolin dan lainnya. ” Untuk satu komplit harganya Rp 7 juta,” imbuh sosok yang juga pandai baca kitab hikayat ini. kus
