Abdullah yang menekuni usaha pertanian Hidroponik
SELONG, Literasi- Pertumbuhan masyarakat yang makin pesat menyebabkan semakin merosotnya luas lahan pertanian. Kenyataan tersebut tidak bisa dimungkiri lantaran lahan pertanian banyak yang berubah menjadi tempat tinggal.
Pertanian Hidroponik menjadi salah satu solusi untuk tetap menjaga suplai hasil pertanian di daerah. Seperti yang dilakukan Abdullah, seorang karyawan perusahaan obat-obatan pertanian.
Memanfaatkan lahan pekarangan miliknya, Abdullah mampu menghasilkan Rp 9 juta setiap panen dari lahan seluas 2 are. Itupun baru dari komoditi buah melon yang dibudidayakannya.
Hasil yang sama juga didapatkan dari komoditi sayuran yang juga dikembangkan di Hidrofarm miliknya. Nilai jual komoditi yang dihasilkannya rata-rata seharga Rp.25.000 per kg.
“Dalam satu buah beratnya bisa sampai 1,5 kg. Dengan lubang tanam 250 buah, sudah bisa kehitung,” ujarnya.
Ia mengakui besarnya nilai investasi awal dalam pertanian organik. Namun dari sisi ekonomis jangka panjang, nilai produksinya jauh lebih murah dibandingkan pertanian konvensional.
“Namun dalam umur ekonomis 5 tahunan, itu akan lebih murah. Karena kita bisa tekan biaya tenaga kerja,” ungkapnya.
Disaat usaha lain nyaris gulung tikar karena pandemi Covid-19, hal ini justru menjadi peluang bagi pertanian organik. Karena kesadaran masyarakat akan pentingnya asupan makanan sehat menyebabkan meningkatnya permintaan.
Dampak dari pandemi ini menyebabkan masyarakat semakin peduli dengan kesehatan terutama bahan pangan. Sehingga hidroponik yang dirawat dengan minim pestisida menjadi lirikan para konsumen.
“Bukan berarti kita senang dengan adanya pandemi, tapi orang peduli dengan berbagai sisi kehidupan terutamanya pangan,” kata dia.
Pada tahun ini, ia berencana memperluas lahan pertanian hidroponik miliknya. Keinginan ini tak terlepas dari cita-citanya untuk menembus pasar ekspor di 2022. Dd