MATARAM, Literasi – Keberadaan PT Eco Solution Lombok (ESL), salah satu investor yang mengantongi izin untuk mengelola lahan seluas 339 hektar di kawasan hutan lindung Sekaroh di Kabupaten Lombok Timur, menimbulkan pertanyan. Pasalnya, perusahaan tersebut sama sekali belum melakukan kegiatan operasionalnya. Kuat dugaan, investor yang memperoleh izin dari Pemprov tersebut tidak memiliki modal.
Anggota Komisi II DPRD NTB H. Khaerul Warisin mengaku, telah lama mengenal PT ESL.Menurut dia, managemen PT ESL tidak serius. Bahkan, Warisin berani menyebutkan PT ESL masuk katagori perusahaan broker saat menjabat sebagai Wakil Bupati Lombok Timur. Dia sempat meminta agar PT ESL menyimpan uang mereka senilai Rp 7 miliar sebagai tanda keseriusannya dalam mengelola keindahan alam kawasan Sekaroh di salah satu bank daerah di Kabupaten Lombok Timur.
“Tapi uang yang yang disimpan di bank itu mereka terus ambil tiap bulannya. Alasannya ke kami waktu itu untuk kita pinjam. Wajarlah, kalau saya sebut PT ESL itu enggak punya modal. Mereka itu perusahaan broker yang memang eenggak kompeten,” ujar Warisin saat ditemui di gedung DPRD NTB, Senin (22/3).
Ia mengaku aneh dengan sikap Pemprov NTB yang justru masih berharap besar kepada ESL untuk merealisasikan investasinya. Padahal, ESL sudah terbukti tidak memiliki keseriusan berinvestasi.
Warisin juga mengungkapkan, berdasarkan pengalamannya berhubungan dengan PT ESL, kuat dugaan jika mereka hanya broker. “Mungkin ESL ini broker, izin yang didapatkan dia tawarkan kemana-mana untuk dapat uang. Menurut saya ada dugaan begitu,” tegasnya.
Warisan meminta, seharusnya, Pemprov NTB bertindak tegas dengan PT ESL. Minimal, ada diberikan deadline waktu untuk segera merealisasikan investasi.
“Kasi deadline saja. Kalau gak membangun, kasi izin ke investor lain. Potensi Sekaroh besar, banyak yang berminat,” ucapnya.
Sikap negatif Warisin terhadap PT ESL, bukan hanya karena ada pengalaman modal mereka yang tidak ada. Namun banyak fakta lain yang selama ini dianggap angin lalu.
Misalnya saja terkait iuran Izin Usaha Penyediaan Jasa Lingkungan Wisata Alam (IUPJLWA). Hingga saat ini, ESL belum juga membayar kewajibannya tersebut.
“Iuran pajak saja gak dibayar. Gimana mau investasi yang lebih besar. Kalau saya jadi Gubernur, saya usir dia (PT ESL, red),” seloroh Warisin.
IUPJLWA merupakan kewajiban yang harus dibayar PT ESL. Nilainya sebesar Rp 3,39 miliar. Nominal tersebut, berdasarkan regulasi Rp 10 juta per hektar. Sedangkan ESL mengantongi izin untuk 339 hektar.
Apabila ucapan dirinya dianggap asal bicara, Warisin menantang PT ESL untuk menaruh modalnya di Bank. “Suruh dia taruh modalnya. Sudah terlalu lama ESL ini dibiarkan. Saya punya pengalaman saat jadi Wabup Lotim,” kata Warisin.
Lalu bagaimana dengan alasan PT ESL tidak bisa merealisasikan investasi karena adanya gangguan dari masyarakat? Warisin memastikan, itu hanya alasan dan akal-akal ESL semata.
Ia mengungkapkan, perusahaan dan pemerintahan, sangat mudah melakukan penertiban terhadap masyarakat. Apalagi sekedar wilayah di Sekaroh. “Tinggal kita libatkan polisi dan TNI, selesai urusan. Tapi pertanyaannya kan, apakah ESL ini serius? Punya modal gak dia? Itu masalah utamanya, mereka gak punya modal,” beber Warisin.
Sebagai wakil rakyat, Warisin tentu saja sangat menyayangkan, potensi besar di wilayah Sekaroh tidak bisa dioptimalkan karena investor tak bermodal.
“Apa komitmen ESL? Jangan hanya akan bangun, akan bangun terus. Masalah keamanan dan penertiban, itu tugas pemerintah yang jamin. Gampang, tapi tunjukkan dong komitmen ESL. Makanya Pemprov ini ngapain pertahankan investor yang gak bermodal,” sindir Warisin.
Terkait dengan iuran IUPJLWA, wartawan sempat meminta keterangan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Madani Mukarom. Investor tersebut memang belum juga membayar kewajibannya.
Sementara untuk nominal tunggakan IUPJLWA PT ESL hingga saat ini, Mukarom belum bisa bicara banyak karena hasil kajian belum diterima hingga saat ini. “Kami belum terima kajiannya,” jawab Mukarom.
Salah seorang Direksi PT ESL, Tony Raharjo yang dihubungi wartawan juga belum memberikan keterangan hingga berita ini ditulis. Padahal, sangat penting adanya kejelasan terkait investasi di Sekaroh.
Dinas LHK yang sudah mulai malas berbicara tentang ESL, tidak begitu dengan DPMPTSP. H Mohammad Rum selaku Kepala DPMPTSP, sudah meminta ESL agar mulai beraktivitas setelah masyarakat panen jagung.
Rum meminta agar melakukan rehabilitasi setelah masyarakat panen jagung. Diperkirakan, bulan Mei semua tanaman jagung sudah panen. “Ketika masyarakat selesai panen, segera lakukan kegiatan rehabilitasi lahan. Setelah itu, mulai berkegiatan fisik,” tandasnya. RUL.