FOTO. Ketua Dekranasda Provinsi NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah saat meninjau pembakaran gerabah milik salah satu pengerajin di Desa Penakak, Lombok Timur.
MATARAM, Literaai- Selama ini, Pulau Lombok dikenal menghasilkan kerajinan tanah liat yang menawan berupa gerabah. Tengok saja gerabah yang dihasilkan pengerajin di Banyumulek, Lombok Barat yang telah terkenal di seantero dunia.
Namun, kini di ujung timur Pulau Lombok, yakni di Desa Penakak, Kecamatan Masbagik, Lombok Timur juga telah mulai menggeliat pesona gerabah yang berasal dari tanah biasa, namun bermetamorfosa menjadi karya seni yang luar biasa.
Menjejakkan kaki di Desa Penakak, menampilkan keseharian mayoritas penduduk setempat yang hari-harinya bergelut dan menggantungkan penghidupan pada gerabah.
Sebagian halaman depan rumah penduduk, diubah menjadi art shop sederhana, untuk memajang gerabah dengan beragam bentuk, ukuran dan motif etnik, yang mencerminkan kebersahajaan budaya lokal yang sarat makna.
Ya, masyarakat yang ada di wilayah ini tahu betul caranya mencari nafkah dan hidup dari tanah liat ini. “Sudah dari kecil saya membuat kerajinan gerabah ini. Dari sini kami mencari nafkah untuk makan dan membiayai anak sekolah,” ungkap Inaq Raisah, 55 tahun, salah seorang warga setempat pada wartawan, Kamis Petang (18/2).
Usia Raisah, mungkin sudah tidak muda lagi, namun ia terlihat masih segar-bugar. Kedua tangannya terlihat cekatan membentuk sebuah kerajinan dari tanah liat. Bekerja seperti sudah sangat terlatih. Sebelah tangannya memutar alat pembuat kerajinan. Sementara sebelah tangan yang lainnya bergumul dengan tanah liat hitam membentuk sebuah pola. “Sekarang, saya mau buat celengan bisa dilihat ya hasilnya,” kata dia.
Bagi masyarakat Penakak, bergumul dengan tanah adalah pekerjaan setiap hari mereka. Karena kebanyakan masyarakat Penakak mencari nafkah dari kerajinan ini. “Bisa dilihat sendiri, hampir sepanjang jalan orang jualan kerajinan tanah ini. Alhamdulillah memang selalu ada saja yang datang beli,” ujar Raisah.
Mulai dari pria hingga wanita, semua bergelut dengan tanah liat ini, membentuk berbagai macam bentuk kerajinan. Misalnya saja gerabah, asbak rokok, guci, jangkih untuk masak, wajan tanah liat, hingga kerajinan lainnya.
Raisah mengungkapkan, telah menekuni usahanya ini selama puluhan tahun, bahkan saat masih kecil. Dia menekuni usaha ini bersama suaminya, Badrun. “Saya yang buat dan jual di rumah, bapak (suaminya) yang keliling jualan pakai sepeda motor. Alhamdulillah, ada saja yang laku,” jelasnya.
Meski tak banyak, namun hasil dari berjualan kerajinan gerabah ini diakui Raisah cukup untuk membiayai hidup keluarganya. Sekitar Rp 100 ribu – Rp 150 ribu, omset penjualan kerajinan yang dia kantongi setiap hari, dengan estimasi keuntungan Rp 30 ribu – Rp 50 ribu. Mengingat usaha kerajinan tanah liat ini dikatakannya juga membutuhkan modal.
“Kami beli tanah liat ini Rp 10 ribu per karung. Nanti setelah dibentuk kami juga kan harus bakar kerajinannya. Untuk membakarnya itu juga nanti kita bayar,” ucapnya sambil menunjuk lokasi pembakaran tak jauh dari rumahnya.
Setelah melalui berbagai proses, harga sebuah kerajinan tanah liat di banderol tidak terlalu mahal. Bayangkan saja, untuk sebuah asbak rokok ataupun sebuah celengan, harganya hanya Rp 5 ribu saja. Itu untuk yang ukuran kecil. Sedangkan untuk celengan yang berukuran besar atau bentuknya cukup unik, harganya tentu saja lebih. Misalnya saja untuk celengan bentuk ayam yang sangat unik itu dibanderul Rp 10 ribu sampai Rp 25 ribu.
“Kita nggak terlalu berharap untung yang banyak. Yang penting usaha ini tetap lancar, dan ada kita pakai, maka sudah cukup. Daripada kami nganggur nggak ada kerjaan,” seloroh Raisah.
Kerajinan gerabah Penakak juga telah memberikan dampak positif dalam bidang pendapatan dan taraf ekonomi, serta sosial masyarakat. Gerabah produksi Desa Penakak ini pernah berjaya dan menjadi komoditas ekspor andalan Lotim, karena motif dan kualitasnya yang eksklusif. “Banyak orang yang sudah kaya dari kerajinan gerabah ini, bahkan sampai berhaji. Tapi untuk saat ini kondisinya biasa-biasa saja,” tukas Raisah.
Mereka yang biasa datang mencari kerajinan tanah liat di Desa Penakak sambungnya, mulai dari anak-anak sekolah hingga para turis asing (wisatawan mancanegara). “Sering juga saya layani turis-turis itu kalau mereka datang kemari,” tandas Raisah.
Sementara itu, Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah mengaku, terkagum dan kepincut akan keindahan motif gerabah di Desa Penakak, Lombok Timur.
Hanya saja, ia menyayangkan, jika para pengerajin di wilayah setempat banyak yang berusia lanjut.
“Desa Penakak itu punya potensi dan SDM yang bagus-bagus, tapi sayang pengerajiannya sepuh. Ini perlu pendampingan oleh OPD terkait agar motif unik gerabah di Penakak enggak pudar,” kata Bunda Niken saat mengunjungi sebtra kerajinan gerabah di wilayah setempat.
Ia menugasi agar Pemkab Lombok Timur melalui Dekranasda setempat untuk menfasilitasi agar pengerajin di Desa Penakak memiliki pembakaran khusus. Hal ini penting agar asap dari pembakaran gerabah tidak menyebar kesana kemari.
“Tolong bu Ketua Dekranasda Lotim untuk difasilitasi lokasi pembakaran khusus agar tidak lagi di rumah-rumah warga. Sehingga, pendampingan juga perlu dilakukan,” tandasya. RUL.