Perlahan tapi pasti, teater tradisional NTB terus menggeliat membangun dirinya. Berbagai upaya dilakukan untuk mencari ruang-ruang baru pengembangan melalui pendataan, penggalian terhadap warna-warna lokal.
Sumbawa mengoptimalkan keberadaan cerita rakyat untuk dijadikan naskah, sehingga kemudian lahir Buin Lajendre, Lalu Dia Lala Jinis, Tanjung Menangis, dan sebagainya. Hal yang mungkin hampir sama dilakukan Bima maupun Dompu.
Sedangkan Lombok sedikit lebih maju. Pengembangannya sudah mengarah pada pengkaryaan bentuk-bentuk baru, memperkaya yang sudah ada. Dari berbagai karya yang lahir, salah satu yang patut diberi apresiasi adalah Komidi Rudat Bonyeq, sebuah teater komedi yang dikreasikan dari Teater Tradisional Komidi Rudat.
Teater ini diciptakan H. Ramiun, seorang seniman Lombok, sekitar tahun 90-an. Berawal dari kegelisahannya, ingin melihat bentuk baru komidi rudat yang bernuansa Sasak.
Sebelumnya, komidi ini menggunakan bahasa Melayu, H Ramiun kemudian menggantikannya dengan bahasa Sasak, begitu pula dengan cerita yang didominasi kisah seribu satu malam, diubah dengan cerita-cerita yang lebih aktual yang diangkat dari tradisi-tradisi lokal.
Tak ketinggalan durasi waktu dipersingkat dari sebelumnya yang semalam suntuk. Perubahan yang dilakukan H. Ramiun sejatinya hanyalah perubahan fisik, bukan substantif, karena ciri khas komidi rudat dengan keberadaan cerita, tari dan lawakan-lawakan segar tetap dipertahankan. Begitu pula dengan namanya yang tetap menggunakan nama komidi rudat hanya ditambah dengan bonyeq yang berarti lucu.
Keberadaan teater yang akan ditampilkan di Taman Budaya tanggal 23 Juli 2020 ini telah membawa warna baru dalam dunia teater tradisi NTB yang harus terus digali dan dikembangkan menjadi tontonan menarik dan mencerdaskan. Bukan hanya mampu menghibur namun juga mendidik melalui pesan-pesan moral yang disampaikan. heri musbiawan