Minggu , Oktober 6 2024
Wisatawan di Gili Nanggu

Pandemi dan “New Normal” Pariwisata

Inilah destinasi wisata Dende Seruni yang memanjakan mata

Apa yang ada dalam pikiran Anda ketika pandemi menggerogoti dunia? Ruang bersama mungkin seakan-akan musnah. Kenangan tentang pegunungan, pantai dan alam pedesaan lain seolah bagian dari masa dahulu saja.

Namun pernahkah merenungkan bahwa sesungguhnya ketika kita berada di ruang-ruang publik pada dasarnya sebagai ekspresi untuk mencari dan menemukenali diri kita yang sesungguhnya. Di sinilah sebetulnya menjadi momentum perenungan terkait apa yang sudah kita lakukan.

Disaat ruang gerak dibatasi oleh “tentara-tentara tak nampak”, mungkin baru kita sadari betapa indahnya dunia di luar sana yang kita lalai memeliharanya. Selama ini anggap biasa menjajaki obyek yang kita miliki namun sesungguhnya luar biasa ketika kita tidak berada di sana. Mungkin bukan soal pemandangan alam semata melainkan dalam memaknai kebebasan. Nah, makna kebebasan dalam konteks berwisata  itulah yang mesti diterjemahkan diera ini.

Manusia-manusia seluruh dunia sudah merasakan berada dalam “kungkungan” (yang sesugguhnya) merupakan bagian dari alasan untuk mencari bahagia. Koban-korban virus corona yang terus berjatuhan menandakan betapa mahalnya kebebasan itu.

Setidaknya pandemi telah menghancurkan segala hal, mulai dari kebiasaan sehari-hari, pekerjaan yang kita jalankan hingga waktu-waktu kita bertamasya melepas lelah.

Kita kehilangan agenda terindah dan menemukan kembali pertanyaan, berapa kali sebulan kita bertamasya sehingga kini merasa sangat kehilangan? Obyek wisata mana saja yang kita kunjungi untuk mengobati rutinitas yang selama ini dijalankan?

Kini sudah 6 bulan pandemi kita rasakan. Banyak agenda untuk bersua tersita. Pertemuan-pertemuan berlangsung virtual, kerinduan pada suatu lokasi menjadi bayangan semata. Beruntung masih ada media online untuk menyaksikan apa yang kita rindukan.

Namun yang perlu disadari adalah bahwa wabah tidak bersifat kekal. Sebagaimana bencana alam, ada waktu dia datang dan ada waktunya pergi. Karena setiap musibah memiliki masanya sebagaimana dahulu ketika terjadi virus Spanyol yang menewaskan sekira 50 juta manusia. Pun tatkala belasan juta penduduk Mesir sempat menjadi korban keganasan virus.

Gambaran ini menunjukkan bahwa kecemasan tidak perlu mencuat berlebihan karena akan tiba saatnya ketika semua kembali seperti sediakala. Bahkan para peneliti menyebut akan terjadi ledakan wisatawan ketika pandemi berakhir. Mereka akan menuju obyek-obyek yang selama ini belum pernah mereka kunjungi.

Hal itu terbukti ketika China sempat membuka lockdown, warga masyarakatnya menyemut mendatangi obyek-obyek wisata. Mereka seolah menemukan bahwa keberdaaannya adalah ketika berada ditengah-tengah yang lain.

Harus diakui, dampak corona memang sangat menyengat masyarakat seluruh dunia. Perekonomian dunia benar-benar anjlok. Pengangguran dimana-mana. Di NTB sekira 15.000 pekerja wisata stay at home. Namun demikian, hal ini membuat kita berpikir untuk senantiasa positif melihat keadaan.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio, sebagaimana dilansir bebas.kompas.id, mengakui sektor pariwisata yang menyerap banyak lapangan kerja sangat terpukul akibat pandemi Covid-19. Akan tetapi, industri pariwisata harus terus berlanjut dan memasuki era normal baru, beradaptasi terhadap kondisi yang baru serta mengatur kembali strategi model bisnis agar bisa bertahan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Karena itulah bisnis pariwisata dan pekerjanya harus terus melakukan observasi dan mempelajari peluang untuk berkembang.

Beberapa jalan keluar yang perlu dilakukan adalah mulai fokus menerapkan standar kebersihan, kesehatan, dan keamanan dalam operasional bisnis. Oleh sebab itulah, dalam Seminar Virtual Pariwisata International ke-2 ”Changes of The Tourism Paradigm in The Era of New Normal”, Jumat (15/5/2020), pihaknya menyebut sedang memformulasikan sejumlah protokol kebersihan, kesehatan dan keamanan untuk industri pariwisata.

Sebelum menerapkan protokol itu, sejumlah tahapan penting akan dilakukan, di antaranya persiapan, simulasi, sosialisasi, dan uji coba. Pihaknya akan berkoordinasi dengan World Travel and Tourism Council (WTTC) untuk memastikan protokol tersebut sesuai dengan standar global dan memberikan dampak positif bagi wisatawan serta pekerja di sektor pariwisata. Penerapan standar kebersihan, kesehatan, dan keamanan di setiap destinasi wisata menjadi standar penting yang akan membangkitkan kepercayaan wisatawan dan memulihkan industri.

Jika seluruh tahapan berhasil dilaksanakan, industri pariwisata akan kembali dibuka.

Beranjak dari protokol kesehatan, NTB sendiri sudah lama dikenal dengan wisata halalnya yang berkontribusi pada berbagai aspek pelayanan wisatawan. Dari aspek kebijakan, Pemprov mencanangkan program Zero Waste menyusul pelayanan kesehatan yang integratif. Berbagai bentuk pelayanan kesehatan dimasa pandemi dilakukan seperti pemeriksaan kesehatan di bandara.

Sebagai daerah yang menempati 8 besar pasien Covid 19 terbanyak yang juga memiliki berbagai obyek wisata yang memesona, new normal pariwisata menjadi sebuah jalan menata kembali yang terserak, memformalasikan program secara lebih komperehensif bahwa semua warga mesti dijaga, baik masyarakat setempat maupun wisatawan. ian

Check Also

TNI-Polri di Kota Bima Patroli Gabungan, Jaga Keamanan Jelang Pilkada

-Menjelang pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, Polres Bima Kota Polda NTB bersama Kodim 1608/Bima melaksanakan patroli …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *