MATARAM, Literasi – Sejumlah hotel di Pulau Lombok, menawarkan paket ruang isolasi mandiri untuk pasien virus corona menyusul menurunnnya tingkat hunian hotel sejak munculnya pandemi Covid 19.
Keterangan yang dihimpun Rabu (14/4) menyebutkan, ruang isolasi yang ditawarkan terdiri dari paket selama 5 hari, 14 hari hingga sebulan. Dalam setiap paket terdiri dari beragam pelayanan dengan tarif berbeda.
Sebutlah di Hotel Puri Indah, sebagaimana iklan hotel bersangkutan yang beredar, untuk isolasi 12 hari dikenai biaya Rp 3.750.000 untuk kamar saja. Nilainya berubah ketika harus dilengkapi dengan pelayanan lain seperti breakfast, lunch or dinner maupun laundry.
Hotel lain adalah Aruna Senggigi. General Manager Hotel Aruna Senggigi, Weni Kristanti, sebagaimana dilansir Antara menjelaskan pihaknya menurunkan tarif menginap sebesar 50 persen bagi tamu yang memanfaatkan paket isolasi mandiri selama 14 hari dan 30 hari.
Ia merinci untuk paket isolasi mandiri selama 14 hari tarifnya Rp 5,8 juta, sedangkan 30 hari sebesar Rp 12,3 juta. Harga tersebut sudah turun 50 persen dari harga normal. Penurunan tarif menginap hingga 50 persen tersebut terpaksa dilakukan karena dalam situasi pandemi Covid-19, sedangkan tingkat hunian kamar sangat rendah di bawah 10 persen.
Paket isolasi mandiri juga ditawarkan Hotel Jayakarta Senggigi dengan tarif sebesar Rp 2 juta untuk paket isolasi mandiri selama enam hari lima malam. Kendati memiliki 171 kamar, hanya 10 kamar deluxe yang dibuka.
Hunian Menurun
Sementara itu, Ketua PHRI Provinsi NTB, Ni Ketut Wolini, mengatakan, sebanyak 24 hotel yang menjadi anggotanya di semua Wilayah NTB sudah tidak beroperasi pasca merebaknya wabah virus corona (Covid-19). Hal ini menyebabkan 3.310 orang karyawan terpaksa dirumahkan semenjak adanya aturan pembatasan sosial dari pemerintah.
Kendati ada sekitar 32 hotel yang masih beroperasi, manajemen hotel telah merumahkan sebanyak 1.378 orang karyawannya “Jadi, jika dikalkulasi dengan angka hotel yang tutup dengan jumlah karyawan 1.932 orang maka karyawan yang dirumahkan akibat pendemi Covid-19 di NTB mencapai sebanyak 3.310 orang,” ujar dia menjawab wartawan dalam siaran tertulisnya, Rabu (15/4).
Wolini mengaku, merujuk data dari dinas pariwisata di tingkat kabupaten/ kota, tingkat okupasi hotel hanya berada dikisaran 5 persen setelah wabah corona melanda. “Memang untuk okupansi hotel sudah turun, sudah hampir 5 persen. Biasanya (angka okupansi paling rendah) 50 persen. Kemudian juga karyawannya hampir 3.310 telah dirumahkan dari industri hotel dan restoran, belum ada yang di PHK,” jelasnya.
Wolini menambahkan, angka sebanyak 3.310 karyawan hotel yang dirumahkan saat ini, sewaktu-waktu akan bisa berubah tergantung perkembangan. “Data yang kami himpun ini, yakni hotel yang tutup itu bukan tutup permanen, tetapi tutup sementara karena wabah pendemi Covid-19,”
PHRI berharap kebijakan pemerintah pusat dah daerah dapat menangguhkan biaya bulanan seperti pajak, BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja, listrik, air dan gas.
“Kalau sekarang dalam kondisi ini, ada penangguhan tapi dalam realisasinya tetap. Itu biaya rutin harus dikeluarkan pelaku usaha. Kalau tidak ada tamu, bagaimana bayarnya. Meski biayanya berkurang,” kata Wolini.
Dikonfirmasi terpisah, Dinas Pariwisata Kota Mataram, H Nizar Denny Cahyadi, menyebutkan, ada belasan ribu karyawan dari 120 hotel bintang maupun non-bintang yang ada di Mataram sudah dirumahkan akibat sepinya penginap sebagai dampak wabah corona virus disease (COVID-19).
“Sekitar 120 hotel di Mataram tutup dan karwayannya dirumahkan. Jika satu hotel kita asumsikan mempekerjakan 100 orang maka jumlah karyawan yang dirumahkan mencapai 12 ribu,” kata Nizar. rul, ian