SELONG, LITERASI-Desa Pohgading Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur (Lotim) dikenal sebagai sentra pembuatan aneka kue (basah dan kering). Kita dapat menemukannya di 4 Dusun (Gubuk Daya, Gubuk Timuk, Gubuk Tengak, Gubuk Lauk) dari 6 Dusun (Gubuk Daya, Gubuk Timuk, Gubuk Tengak, Gubuk Lauk, Dedalpak, Bubur Gadung).
Beberapa contoh Kue (tradisional maupun non, basah maupun kering) di antaranya Abuk, Sumping, Pelemeng, Pajak, Srimuka, Nagasari, Serabi, Lak-lak, Jaja Lapis, Keciput, Renggi, Jaja Bawang, dan lainnya. Kue dari Desa Pohgading menyasar banyak dijual ke pasar setempat (Pohgading), Apitaik, Wanasaba, Aikmel, Pringgabaya, Suela, dan Sambelia.
Kades Pohgading melalui Kasi Pemerintahan, Hajeri, S.Ap., menyampaikan bahwa, usaha para pembuat kue masih dalam kategori home industry dengan jumlah karyawan per unit usaha 3 hingga 4 orang.
“Mereka (pemgrajin Kue) diberi bantuan juga oleh Pemdes berupa tepung, minyak goreng dan gula pasir, sebagai bentuk kepedulian Desa, meskipun seadanya dan tidak tetap,” kata Hajeri. Menurutnya, keberadaan pengrajin kue di Desa Pohgading ikut membawa nama baik desa, sehingga memposisikan Desa Pohgading dikenal banyak orang.
Hajeri menjelaskan, pengrajin kue pernah juga mendapat bantuan dari Pemda dan pihak terkait lainnya. Bantuan tersebut dalam bentuk peralatan disamping mendapat pelatihan dari Dinas terkait. Selain itu, mendapat bantuan juga dari dana aspirasi.
“Dalam kurun waktu tahun 2018, para pengrajin kue mendapat bantuan dan harus tergabung dalam wadah Kube (Kelompok Usaha Bersama). Jumlah mereka hingga mencapai 30 an kelompok dengan jumlah anggota 10 orng untuk setiap kelompok,” terang Hajeri.
Menurutnya, ke depan para pengrajin akan didata kembali. “Kondisi mereka seperti apa perkembangannya, untuk selanjutnya dibina (dalam pelatihan) dan dibantu (peralatan dan permodalan) supaya lebih maju terus dan lebih produktif lagi,” imbuhnya.
Salah seorang pengrajin kue dari Gubuk Daya, Atun, menuturkan dalam pembuatan kue dibantu 3 orang pekerja, dengan jam kerja dari sore hingga pukul 24.00 Wita. Kue itu selain untuk dijual di pasar, juga melayani pesanan dari kantor dan sekolah.
“Tiap hari kita membuat khusus untuk yang dijual di pasar, kecuali pesanan tidaklah tiap hari, biasanya kalau ada acara di kantor atau di sekolah),” katanya, saat dijumpai di rumahnya, depan Masjid An-Nur Pohgading.
Sementara itu, seorang pedagang kue di pasar Pohgading, Inak Peni (warga Gubuk Tengak), mengaku banyak pembeli setiap hari dan kue yang dijual pun habis. Kata dia, pagi usai subuh dirinya berangkat ke pasar dengan membawa puluhan jenis kue basah maupun kering.
“Alhamdulillah nggih….luek macem jaja niki… silak be semeton gitak (Alhamdulillah ya…banyak jenis kuenya ini…silahkan saudara lihat),” katanya, saat melayani pembeli merenggang. Tidak sampai 2 menit pembeli berdatangan lagi, hingga tanda waktu menunjukkan pukul 07.00 Wita aneka kue dagangannya hampir habis.
Inak Arni yang juga dari Pohgading (Dusun Gubuk Lauk) menuturkanau kue tradisional seperti cerorot biasa dibuat dan banyak dijual pada saat Hari Besar Islam (seperti halnya Maulid dan acara hajatan tradisi religi lainnya) dan pada saat jelang Ramadhan tiba.
“Tinggal seminggu saja bulan Ramadhan tiba banyak dibuat dan dijual seperti kue tradisional cerorot, wajik, lupis, bes-bes, kelepon, pokoknya banyak ya. Bisa dilihat nanti saat bulan Puasa hingga Hari Raya Ied),” katanya dalam bahasa Pohgading.
Setidaknya, sejumlah 30 kelompok usaha mampu menyerap tenaga kerja sejumlah 990 orang hingga 1.200 orang. Untuk itu, sebagai sentra produksi aneka kue Pohgading dilirik pihak desa berkenaan dengan pembinaan agar aneka kue itu menjadi produk unggulan sekaligus ikon Desa Pohgading dalam khazanh kuliner khususnya tradsional dan kuliner nusantara pada umumnya. (Kus).