MATARAM, Literasi-Kopi sudah melekat di kehidupan masyarakat Lombok. Menyeruput segelas kopi di pagi hari seakan sudah menjadi hal yang wajib. Bagi mereka penikmat kopi, segelas kopi bisa menjadi penambah semangat untuk memulai hari. “Lamun ndeq narak kupi, kurang bae idap pegawean (Kalau tidak ada kopi, akan kurang semangat untuk bekerja),” kata Kepala Dusun Prabe, Desa Batu Mekar, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Misbah Hultirta, menjawab wartawan.
Misbah menuturkan, kopi ini berasal dari biji kopi pilihan yang ditanam oleh para petani di Dusun Prabe. Dari 320 kepala keluarga yang tinggal di dusun ini, mayoritas berprofesi sebagai petani kopi.
Mereka menggarap lebih dari 10 hektar lahan perkebunan kopi yang dikelola secara tumpang sari. Kopi merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat Dusun Prabe. Selain menjadi minuman, kopi menjadi andalan warga yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani kopi.
Tanaman kopi di Dusun Prabe sudah ada sejak zaman kerajaan. Tanaman ini tumbuh secara alami sejak nenek moyang dan dibudidayakan oleh warga sampai sekarang. Dusun ini merupakan salah satu daerah penghasil kopi di Lombok. Kopi dari Dusun Prabe sudah mendapatkan sertifikasi lahan organik dari LESOS sejak tahun 2012.
Hal ini karena biji kopi dari Dusun Prabe, ditanam secara alami dan organik. Pupuk yang digunakan pun merupakan pupuk organik, tanpa campuran pupuk kimia. Bulan Mei merupakan waktu untuk memanen kopi. Setiap satu tahun sekali, warga memanen buah kopi yang sudah matang dan berwarna merah. Setelah dipetik, biji-biji kopi ini kemudian diproses menjadi kopi bubuk.
Misbah mengatakan, dulu sebelum ada peralatan untuk produksi kopi, warga membutuhkan waktu sekitar 15 hari untuk mendapatkan kualitas kopi yang bagus. Tetapi sekarang, untuk memproses buah kopi menjadi kopi hanya membutuhkan waktu selama satu minggu. Proses pembuatan kopi sendiri cukup memakan waktu. Pertama kopi yang telah dipetik disortir sesuai warna buah kopi. Setelah itu buah kopi dicuci dan direndam di dalam air.
Nantinya kopi yang mengapung akan dibuang. Ini menandakan bahwa biji kopi tersebut rusak. Setelah disortir, kopi dimasukkan ke dalam mesin pengupas kulit ari. Kopi pun lalu dijemur di bawah terik matahari. Jika cuaca panas, kopi bisa kering dalam waktu tiga hari. Setelah kering, biji-biji kopi kembali dimasukkan ke mesin pengupas kulit lendir. Setelah itu biji kopi kembali disortir. Biji kopi kualitas terbaiklah yang akan disangrai dan digiling menjadi kopi bubuk.
Sebelum memproduksi kopi, para petani di Dusun Prabe hanya menjual biji-biji kopi ke pasar. Pendapatan mereka pun hanya pas-pasan. Berkat ide Tirtawan, biji kopi ini kemudian diolah menjadi kopi bubuk siap seduh.
Pengolahan kopi di Dusun Prabe mulai dikembangkan tahun 2005 bersama para kelompok tani Mule Paice. Awal mulanya memang banyak kegagalan. Saat itu, satu kuintal biji kopi yang dibeli, 99 persen tidak bisa terjual. “Awalnya kita sangrai pertama ada yang terlalu gosong, ada yang terlalu muda, jangankan dijual, sekadar untuk dikonsumsi sendiri saja tidak enak. Banyak sekali tantangannya,” kenang Misbah.
Namun dengan tekad kuat, mereka terus mencoba membuat kopi bubuk hingga akhirnya menjualnya ke kios-kios dan pedagang pasar. Beberapa keluhan konsumen soal rasa kopi, dijadikan sebagai saran untuk perbaikan kopi. “Karena kita kan di sini rata-rata petani kopi. Niat kita untuk meningkatkan ekonomi, jelas harus bisa mengembangkan (kopi),” kata Misbah.
Kopi hitam asal Dusun Prabe dipasarkan pertama kali dengan nama “Kopi Lombok”. Usaha kopi ini terus berinovasi dan mendapat binaan dari LIPI, Dinas Perkebunan dan Jasa Lingkungan Lombok Barat. Tahun 2013, nama “Kopi Lombok” berganti dengan nama ” Kopi Prabe Lombok”. Makin lama, kopi asal Dusun Prabe ini semakin dikenal luas.
Dan tahun 2015 hingga sekarang, nama “Kopi Prabe Lombok” berganti menjadi “Kopi Radja Lombok”. Dengan adanya produksi kopi di Dusun Prabe, tingkat perekonomian warga kini semakin meningkat. Beberapa hotel di kawasan Senggigi maupun kios-kios di wilayah Lombok sudah menjadi pelanggan “Kopi Radja Lombok”.RUL