LOBAR, Literasi-Sekira tahun 1986 di Desa Nyurbaya Gawah, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, anyaman ketak berkembang. Ada bahan baku yang berlimpah di sana. Tahun 1988, pemerintah mulai melakukan pelatihan keterampilan, pengembangan design, pameran baik lokal maupun nasional, sehingga produk anyaman ini dapat berkembang mulai dari Lombok Barat, Lombok Tengah ke Lombok Timur.
Pada awalnya masyarakat mengayam ketak untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Namun, dengan bimbingan design dari pemerintah, para perajin ini mampu menghasilkan berbagai macam produk dengan design dan corak yang berbeda–beda sehingga memberikan nilai tambah bagi produk ini.
Ketak dapat dianyam kemudian dibentuk menjadi berbagai macam kerajinan tangan seperti nampan, tempat tisu, tempat buah, dan yang paling banyak diminati saat ini adalah tas. Kerajinan anyaman ketak berkembang di tiga kabupaten yaitu kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur, dengan 64 sentra.
Meningkatnya minat masyarakat dan pasar ekspor yang potensial terhadap produk kerajinan ini dinilai bisa menjadi salah satu sumber ekonomi penunjang pariwisata di wilayah NTB.
Anyaman Ketak, selain mempunyai nilai seni tinggi juga tidak lepas dari pemanfaatan sehari-hari. Misalkan saja masyarakat Narmada, yang merupakan pengrajin ketak, memanfaatkannya sebagai perangkat dalam kehidupan di keseharian.
Kepala Dinas Perdagangan NTB Hj. Putu Selly Andayani, pun mengunjungi Pusat Kerajinan Anyaman Ketak dan Rotan di Dusun Boyot, Desa Darmaji, Kecamatan Kopang, Kabupaten Lombok Tengah pada Rabu (27/11).
Dalam kunjungannya ke UD Terang Terus itu, Selly menyerahkan sertifikasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada pengerajin ketak di wilayah setempat. Sertifikat VLK yang diterbitkan oleh PT Sarbi itu merupakan salah satu syarat agar UMKM bisa melakukan ekspor.
“PT Sarbi adalah salah satu perusahan/lembaga yang kompeten melakukan proses penilaian dan kelayakan pada UMKM di Indonesia. Alhamdulilah, UD Terang Terus berhasil memperoleh sertifikat VLK ini, sehingga produk kerajinan Ketaknya telah bisa masuk pasar internasional,” ujarnya.
Menurut Selly, adanya SVLK dirasa menjadi penting bagi para pelaku usaha di bidang kehutanan. Selain menjaga kelestarian agar tidak asal tebang, SVLK juga membuktikan kepada negara tujuan ekspor bahwa kayu yang diambil dari hutan bukan hasil pembalakan liar.
“Oleh karena itu, sedari awal kami meminta sekaligus mendorong pada para UMKM di NTB agar melengkapi standar usaha mereka dengan adanya SVLK itu, sehingga produk kerajinan yang mereka hasilkan akan bisa masuk pasar internasional,” tegasnya.
Ketak atau sebutan lain paku hata, merupakan tanaman paku-pakuan yang bila dilihat sekilas mirip dengan rotan. Ketak sendiri memiliki sifat yang kuat dan liat bila digunakan sebagai bahan kerajinan, hal ini merupakan keunggulan dari ketak untuk kualitas produk anyaman yang dihasilkan.
Dalam kunjungannya kali ini, Selly mendatangi lokasi pembuatan sekaligus penjualan kerajinan anyaman ketak dan rotan UD Terang Terus yang sudah berdiri sejak tahun 1995.
Ia mengatakan bahwa ekonomi kreatif mampu menjadi poros ekonomi terbaru Indonesia. Beberapa tahun belakangan ini, industri kreatif menyumbang pemasukan yang tidak bisa dianggap remeh bagi negara. Tak terkecuali industri kerajinan.
“Kerajinan-kerajinan seperti ini bagus untuk dikembangkan, perempuan pasti menyukai model dan jenis kerajinan seperti tas atau kerajinan lainnya. Dan ini akan menghasilkan pendapatan bagi masyarakat jika terus dikembangkan. Apalagi, kerajinan ini di ekspor ke luar negeri,”jelasnya.
Sementara itu, para pengrajin anyaman ketak dan rotan di wilayah setempat, menuturkan bahwa bahan ketak untuk kerajinannya didapatkan dari Kalimantan. Hal ini dikarenakan ketak dari Kalimantan memiliki kualitas yang baik bila dibandingkan dengan ketak dari daerah lainnya.
Umumnya, dari bahan ketak tersebut, para perajin ketak di Dusun Boyot, Desa Darmaji akan bisa menghasilkan beberapa jenis kerajinan seperti meja, kursi, tas, wadah berbagai ukuran, tatakan piring, kotak tisu, hingga kotak untuk hantaran pernikahan.
“Kalau jenis anyaman yang paling laku salah satunya tas anyaman,”ujar salah satu pengerajin sambil menunjuk tas anyaman yang sering disebut dengan round bag. “Apalagi, sejak banyak artis pakai tas model ini, banyak yang minat untuk beli,” katanya menambahkan.
Hasil kerajinan dari ketak ini memiliki nilai yang bisa diangkat, termasuk proses pembuatannya yang tidak mudah. Nilai history inilah yang membuat kerajinan-kerajinan handmade banyak diminati dan bernilai ekonomi tinggi.
“Produk-produk kerajinan di NTB terkenal dengan buatan tangannya, sehingga bisa dipasarkan dengan harga yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Saat ini, kerajinan anyaman di Dusun Boyot, Desa Darmaji banyak dipasarkan di Bali, selain itu juga sudah merambah pasar internasional seperti Malaysia dan Singapura.fm