Pemenang, Literasi – Bupati Lombok Utara Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH dan Wakil Bupati H. Sarifudin, SH, MH menghadiri penutupan Gili Festival dan Mandi Safar yang dipusatkan di Dusun Gili Trawangan Desa Gili Indah, Rabu (23/10).
Prosesi ritual Mandi Safar itu sendiri dimulai dengan pelepasan “sesaji” di perahu kecil yang dirangkaikan dengan “serakalan” (baca: barzanji), zikir dan berdoa bersama yang dipimpin tokoh agama setempat. Ketiga rangkaian proses ini bertujuan memohon keselamatan dan tolak bala. Rangkaian acara dilanjutkan dengan ritual melepas atau “melarung sesaji” ke laut kemudian diperbutkan oleh warga lalu diakhiri dengan acara mandi bersama di pantai.
Usai santap bersama Bupati H. Najmul Akhyar dan Wabup H. Sarifudin dibopong warga mandi bersama diikuti masyarakat tiga gili (Trawangan, Meno dan Air) serta wisatawan lokal maupun mancanegara yang antusias ikut mandi di pantai tersebut.
Bupati Lombok Utara Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH menyampaikan, mandi safar yang dikemas dalam kegiatan Gili Festival merupakan momentum yang bagus untuk memperkokoh kebersamaan antara pemerintah dengan masyarakat dan pelbagai unsur lainnya, yang mana acara tersebut menjadi agenda tahunan masyarakat Desa Gili Indah.
“Mungkin kita jarang bisa mandi bersama masyarakat, maka pada ‘rebo bontong’ ini kita dapat melakukan itu. Pak wakil bupati bilang bahwa beliau dilarang mandi sama dokter, karena beliau sakit maka dengan mandi safar ini semoga penyakitnya sembuh,” ujar Najmul di hadapan hadirin
Ditambahkan Doktor Ilmu Hukum ini, bahwa rebu bontong (hari rabu terakhir bulan Shafar), masyarakat Gili Indah yang nenek moyangnya berasal dari Bugis menganggap ritual mandi Safar sebagai tolak bala, sehingga diharapkan setelah gempa bumi setahun silam semua bala hilang dengan acara mandi Safar tersebut.
“Ini adalah simbol yang luar biasa yaitu mensucikan diri, tapi yang paling penting adalah apa yang kita lakukan setelah ini,” tutup orang nomor satu di bumi Tioq Tata Tunaq ini.
Dalam pada itu, tokoh masyarakat Desa Gili Indah H. Taufik kepada awak media menuturkan, bahwa mandi safar atau rebo bontong menjadi salah satu ritual adat masyarakat gili indah yang berasal dari Bugis dengan tujuan menyucikan diri. Leluhur mereka memercayai Allah menurunkan bala ke bumi baik ke darat maupun ke laut. Itulah alasan teologis mandi safar ditradisikan masyarakat gili.
“Tadi ada 99 lembar daun mangga yang di dalamnya ditulis surat Al-Ikhlas diniatkan supaya tidak ada lagi balak laut ini yang akan menimpa kita. Daun mangga ini akan diangkat kembali dan dijatukan di sumur supaya bala di darat tidak sampai mengganggu kita juga,” tutur mantan Kades Gili Indah itu.
Senafas dengan H. Taufik, Kepala Dusun Gili Trawangan Muhammad Husni, SP mengungkapkan sebelum ritual mandi safar dimulai, terlebih dahulu diawali dengan “selakaran” dan zikiran. Mereka juga menyiapkan “larung” atau “sesajen” yang dihanyutkan ke laut.hm