MATARAM, Literasi – Pemprov NTB dibawah kepemimpinan Gubernur Zulkieflimansyah dan Wagub Sitti Rohmi Djalilah telah menetapkan sebanyak 99 desa wisata yang fokus dikembangkan dalam lima tahun ke depan di wilayah Pulau dan Sumbawa. Sayangnya, sebanyak 99 desa wisata yang pencanangannya ditandatangani dengan SK Gubernur itu tidak didukung dalam perencanaan dan anggaran yang signifikan.
Ketua Fraksi PKS DPRD NTB Johan Rosihan menyayangkan sikap Gubernur Zulkieflimansyah yang tidak fokus memberikan perhatian dan penguatan pada pengembangan pariwisata di wilayahnya.
Padahal, penetapan sebanyak 99 desa wisata itu telah termaktub dalam SK Gubernur yang juga didukung adanya kalender event pariwisata pada tahun 2020. “Ini yang kita sayangkan, program yang sudah baik, malah terdelet dalam program prioritas di pembahasan RAPBD NTB tahun 2020 ini,” ujar Johan menjawab wartawan, Sabtu (24/8).
Kendati merupakan parpol pendukung Gubernur NTB, PKS merasa perlu mengingatkan Gubernur beserta jajarannya agar lebih cermat dan teliti dalam penyusunan dokumen KUA/PPAS APBD NTB 2020.
Kata Johan, dalam sidang paripurna pemandangan umum fraksi-fraksi atas atas penjelasan Gubernur NTB terhadap nota keuangan dan raperda tentang APBD tahun anggaran 2020 yang berlangsung Jumat (23/8) lalu, pihaknya mengambil peran menyoroti hal itu sebagai upaya untuk meminta penjelasan dan klarifikasi atas kealpaan tidak dicantumkannya program yang baik itu masuk pada skala prioritas.
“Patut kita pertanyakan dong. Kenapa program perioritas pemprov NTB hanya fokus ke infrastruktur, industrialisasi, posyandu dan stunting serta zerowaste. Sementara, yang sudah dicanangkan dalam diskusi kami di fraksi, malah tidak terlihat dalam dokumen APBD NTB yang diajukan TAPD pemprov ke DPRD,” jelas Johan.
Menurut Johan, dengan fakta adanya predikat The World Best Halal Tourism Destination (Destinasi Wisata Halal Terbaik Dunia) selama 2015 hingga 2019 dari berbagai lembaga nasional dan internasional terhadap provinsi NTB maka sudah sepatutnya Pemprov NTB lebih fokus memrioritaskan pada sektor pariwisata sebagai program perioritas dan unggulan daerah.
“Disinilah, kami minta penjelasan dan mempertanyakan komitmen pak Gubernur atas sejumlah penghargaan dibidang pariwisata. Apalagi, dari penelusuran kami dalam empat program prioritas NTB, tidak juga melibatkan dinas pariwisata dalam turunan program dan kegiatannya. Termasuk, anggaran tentunya,” tandas Johan Rosihan.
Diketahui, Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, telah menandatangani SK penetapan 99 desa wisata yang fokus dikembangkan dalam lima tahun ke depan. Tahun 2019 ini, Pemprov fokus melakukan intervensi terhadap 20 desa wisata yang tersebar di NTB.
Kepala Dinas Pariwisata NTB, H. Lalu Muhamad Faozal, mengatakan,SK penetapan 99 desa wisata sudah ditandatangani gubernur. “Dari 99 desa wisata itu yang sekarang kita memulai intervensi tahun ini ada 20 desa,” kata Faozal dikonfirmasi di Kantor Gubernur, beberapa hari lalu.
Sesuai SK Gubernur, 99 desa wisata tersebut tersebar di 10 kabupaten/kota. Di Kabupaten Bima ada 10 desa wisata, yakni Kawinda Toi, Piong, Labuhan Kenanga, Oi Panihi, Sambori, Maria, Soro, Risa, Panda dan Tolotangga. Di Kabupaten Dompu ada sembilan desa wisata, yakni Saneo, Malaju, Pancasila, Huu, Doropeti, Riwo, Madaprama, Nangamiru dan Lanci Jaya.
Di Kota Bima ditetapkan empat desa wisata. Yakni Kolo, Dara, Kumbe dan Ule. Kemudian di Kota Mataram ditetapkan empat desa wisata, yakni Tanjung Karang, Jempong Baru, Karang Pule dan Sayang Sayang. Selanjutnya di Lombok Barat ditetapkan 13 desa wisata. Yaitu Buwun Mas, Mekar Sari, Pusuk Lestari, Pelangan, Senggigi, Banyumulek, Lingsar, Senteluk, Karang Bayan, Gili Gede Indah, Sekotong Barat, Batu Putih dan Labuan Tereng.
Di Lombok Tengah ditetapkan 16 desa wisata masing-masing Sukarara, Marong, Mertak, Lantan, Kuta, Labulia, Bonjeruk, Sepakek, Selong Belanak, Mekar Sari, Karang Sidemen, Rembitan, Aik Berik, Tanak Beak, Penujak dan Sengkol. Di Lombok Timur ditetapkan 18 desa wisata. Antara lain Tetebatu, Sembalun Bumbung, Kembang Kuning, Pringgasela, Tanjung Luar, Jeruk Manis, Sekaroh, Sembalun Lawang, Lenek Ramban Biak. Jerowaru, Labuhan Pandan, Sugian, Lenek Pesiraman, Bebidas, Senanggalih, Seriwe, Sapit dan Sembalun.
Kemudian di KLU ditetapkan delapan desa wisata. Senaru, Pemenang Barat, Genggelang, Sokong, Karang Bajo, Santong, Medana dan Gili Indah. Di Sumbawa ada 9 desa wisata, yakni Pulau Bungin, Marente, Batudulang, Lantung, Labuan Aji, Labuan Jambu, Lenangguar, Teluk Santong dan Lepade. Terakhir di Sumbawa Barat ditetapkan 8 desa wisata. Yakni Mantar, Tatar, Pototano, Labuhan Kertasari, Labuhan Lalar, Beru, Pasir Putih dan Sekongkang Atas.
Faozal menjelaskan dari 99 desa wisata, baru 20 desa yang akan diintervensi tahun ini. Pemerintah pusat lewat Dana Alokasi Khusus (DAK) akan melakukan penguatan dari sisi infrastruktur dan kelembagaan desa wisata. “Kita melakukan intervensi paling tidak 99 desa wisata selesai selama lima tahun,” ungkapnya.
Faozal menyebutkan, ada tujuh desa wisata yang sudah menjadi pilot project di Pulau Lombok. Seperti Desa Wisata Setanggor dan Bilebante Lombok Tengah. Kemudian Desa Wisata Kerujuk Lombok Utara. Desa-desa wisata yang sudah jalan ini akan terus dikembangkan dan diharapkan menjadi contoh 99 desa wisata yang akan dikembangkan hingga 2023 mendatang.
Dalam pengembangan 20 desa wisata tahun 2019 ini, lanjut Faozal, akan fokus pada penguatan fisik dan layanan-layanan umum desa wisata. Seperti pembangunan toilet, infrastruktur Tourism Information Centre (TIC), jalan lingkungan, jalan sepeda dan lainnya.
Selain lewat dukungan dana dari pusat, diharapkan Pemerintah Desa melalui Dana Desa (DD) mengalokasikan untuk pengembangan desa wisata. “Kita dorong untuk menguatkan peran desanya di situ. Sudah kita buat, nanti ada FGD-nya 20 desa itu,” kata dia.
Saat ini, kata Faozal, Tim Konsultan sedang melakukan pemetaan kebutuhan pada 20 desa wisata yang akan dilakukan intervensi. Terkait anggaran yang dialokasikan untuk pengembangan 20 desa wisata ini, Faozal tak menyebutkan angka pastinya. Tetapi yang jelas, katanya, setiap desa mendapatkan alokasi yang berbeda. Ada yang mendapatkan Rp300 juta dan Rp400 juta. RUL.