LOTENG,Literasi-Adalah kelompok usaha masyarakat “Lebah Rinjani” asal Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah, yang mengembangkan olahan gula aren menjadi Gula Semut yang dikemas modern.
Bagi masyarakat Lombok umumnya, olahan gula aren menjadi kebutuhan bahan membuat kue atau makanan lain saat perayaan hari besar. Mengolah dan menjualnya menjadi tradisi turun temurun yang masih dilestarikan hingga saat ini. Sebutannya, gule abang/ beaq atau gule cakep. Daerah Batukliang Utara sendiri dikenal sebagai pembuat gula tradisional tersebut.
“Untuk olahan gula semut, kami sudah mulai sejak tiga bulan yang lalu,” ungkap Ma’ad Tafa’ul Jahidin Na’im (37), perajin gula semut, saat ditemui di tempat olahan gula semut Desa Karang Sidemen beberapa waktu lalu.
Selain dikemas modern, kelompok Lebah Rinjani juga mengolah gula semut ke dalam varian produk lain yaitu gula semut rasa kopi dan jahe selain gula semut original.
Menurut, Tafa’ul selaku pembina kelompok itu, pembuatan gula semut lebih kepada bagaimana meningkatkan kebutuhan pasar terhadap gula tradisional. Karena sebagian besar masyarakat desa masih memanfaatkan olahan gula dari pohon Enau itu menjadi sumber pencaharian mereka. Untuk itu, dalam olahannya perlu ada inovasi baru yang menarik perhatian pasar, baik pasar tradisional maupun pasar modern.
“Kalau dulu gula semut tradisional yang berbentuk gula beaq cakepan bertekstur keras hanya dipergunakan sebagai bahan olahan membuat kue saat Lebaran atau Maulid sekarang ini karena bentuknya yang seperti gula pasir mulai dilirik masyarakat untuk digunakan sehari hari,” jelas Tafa`ul.
Perubahan budaya tersebut seperti dikatakan Tafa`ul ikut membuka peluang pasar gula semut. Selain karena kebutuhan gula yang meningkat di rumah tangga, penggunaan gula semut juga dipengaruhi alas an kesehatan karena dinilai lebih alami. Banyak rumah tangga di seputar Karang Sidemen sendiri yang biasanya menggunakan gula rafinasi atau gula pasir muali menggantinya dengan gula semut. Hal ini membuat Tafa`ul optimis usahanya dapat berkembang.
“Untuk proses pengemasan, kami menggunakan plastik packaging label gula semut dengan menggunakan mesin packing. Pengemasan modern ini untuk menjaga kualitas gula semut ketika sampai ke konsumen,” jelas Tafaul.
Sementara itu, Sri Yulianingsih sebagai koordinator kelompok itu mengakui masih ada beberapa kendala terkait kegiatan promosi pasar yang lebih luas. Saat ini pembuatan gula semut masih mengandalkan by order dan personal pasar ke pasar. Sehingga jumlah produksi tiap minggunya belum dapat dimaksimalkan meski ada peningkatan dalam penjualannya di banding sebelum berinovasi.
“Kami sudah mencoba menawarkan ke pihak Alfamart dan Indomart, cuman masih terkendala dengan label halal dari MUI dan jaminan produk dari BPOM yang belum didapatkan dan kami akan berusaha mendaparkan itu,” aku wanita inspiratif tersebut.
Perempuan tamatan SMP itu menjelaskan, upaya promosi terus digencarkan untuk mengenalkan produk olahan rumah ke masyarakat luas. Bahkan di berbagai pelatihan yang digelar oleh pemerintah maupun kelompok UKM masyarakat terus diperkuat. Dan yang tidak kalah penting adalah perhatian pemerintah di bidang promosi dan pemasaran sangat diharapkan.
“Oleh karenanya, kami sangat berharap bantuan pemerintah terkait label kesehatan dan sertifikasi halal agar produk ini dapat diterima di pasar-pasar modern sebagai langkah untuk mengembangkan produk-produk lokal yang dapat meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat petani aren,” harapnya.
Selama tiga bulan sejak dimulai, menurut Yuli, kelompok Lebah Rinjani sudah berhasil memproduksi 300 lebih produk gula semut dan semua berhasil terjual. Ia mengatakan, jika permintaan olahan gula semut semakin meningkat, ketersediaan pohon Nira sebagai bahan baku yang tersebar di seluruh Lombok Tengah bagian utara sangat menjanjikan untuk menjawab kebutuhan pasar. Man/jm