MATARAM, Literasi-Isu sesar selatan yang berpotensi menimbulkan gempa 9 SR dan tsunami setinggi 20 meter di Lombok bukan merupakan upaya untuk menggagalkan event MotoGP yang akan berlangsung di Mandalika tahun 2021.
Hal itu dikemukakan dosen STP Mataram, Dr.Made Suyasa, Selasa (16/7), berkenaan dengan rumor bahwa isu itu sengaja digulirkan untuk menggagalkan berbagai momentum pariwisata di NTB. Menurut Suyasa, apa yang dikemukakan peneliti gempa asal Amerika, Prof.Ron A.Harris, adalah kajian akademis berdasarkan penelitian. Haris dalam hal ini menyebut agar masyarakat Lombok waspada dengan kemungkinan itu.
Dalam realisenya Harris mengemukakan palung Jawa hingga skarang belum mengeluarkan energinya yang terkumpul selama 500 tahun. Dengan kondisi itu, ada kemungkinan gempa besar bisa melanda dengan kekuatan hingga 9 SR.
Karena itu, ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu menghentikan pembangunan dengan material yang tidak bagus, gunakan bangunan berbahan kayu. Bagi yang bermukim di dekat pantai ia mengingatkan agar menerapkan 20-20-20. Ketika merasakan gempa selama lebih dari 20 detik meskipun tak besar gempanya harus mengevakuasi diri setelah gempa berhenti. Kemungkinen tsunami akan tiba dalam waktu 20 menit setelah gempa dan kemungkinan ketinggian tsunami mencapai 20 meter.
Menurut Suyasa, apa yang dikemukakakn Prof.Harris merupakan hasil penelitian. Belajar dari gempa dan tsunami yang melanda Aceh beberapa tahun lalu, hal yang diperlukan adalah saat ini adalah kewaspadaan. “Dahulu kita hanya tahu gempa, namun sesungguhnya bukan gempa itu yang berbahaya, melainkan ikutannya seperti tsunami seperti di Aceh dan liquifaksi di Palu,” katanya.
Terkait apa yang bisa dipetik dari peristiwa gempa untuk tetap mengembangkan sektor pariwisata, ia mengatakan bahwa gempa menjadi fenomena alam yang tidak mungkin ditolak. Namun, berbagai inovasi pariwisata bisa dilakukan seperti mencari alternatif lain – sebutlah pariwisata kesehatan.
Suyasa yang baru datang dari Aceh ini menuturkan, akibat tsunami yang melanda Aceh, banyak hal diluar dugaan yang terjadi seperti terhempasnya kapal jauh ke daratan dan perahu yang nyantol di atap rumah penduduk. Pemerintah setempat kemudian mengabadikan itu semua untuk obyek wisata.
Kata dia, terdapat sebuah lubang menyerupai sumur dimana didalamnya tercantum nama-nama korban tsunami. “Di tempat itulah pengunjung yang datang biasa berdoa untuk para korban,” katanya.
Ia mengatakan Aceh memiliki pantai yang jauh lebih indah dari Bali dan Lombok. Setelah peristiwa tsunami itu, Aceh kini bangkit kembali. Berkenaan dengan isu keamanan di sana, Suyasa bahkan membantah Aceh tidak aman. “Saya malam hari berjalan kaki, tidak terjadi apa-apa,” katanya berkenaan dengan GAM yang disebut-sebut pihak lain sebagai penyebab instabilitas. Bahkan orang-orang aceh menyayangkan pernyataan dari luar yang menyentil ketidakamanan daerah Serambi mekah itu. ian