MATARAM, Literasi – Lombok merupakan salah satu destinasi wisata halal terbaik di Indonesia. Meski demikian, Fraksi PDIP DPRD NTB menilai pengembangan wisata halal yang dilakukan Pemprov melalui SKPD terkait belum fokus dilakukan.
Awal April tahun 2019 lalu, di tingkat nasional, pariwisata Lombok kembali ditetapkan sebagai daerah dengan destinasi terbaik yang dinilai sangat berpotensi mengelola wisata halal. Lombok juga pernah menyabet pelbagai penghargaan di tingkat global. Di antara ditahun 2015 lalu ada dua kategori prestasi yang berhasil disematkan.
Dua penghargaan itu didapat dari World Halal Travel Awards (WHTA), dalam kategori World Best Halal Tourism Destination dan World Best Halal Honeymoon Destination.
Berdasarkan capaian prestasi itu, Sekretaris Fraksi PDIP DPRD NTB, Ir Made Slamet MM, mengingatkan, jika branding NTB sebagai wisata halal terbaik di dunia bisa punah manakala pengelolaan yang dilakukan Dinas Pariwisata NTB tidak optimal. “Sampai sejauh ini, kita belum lihat pemetaan wilayah mana yang akan fokus dijadikan daerah berlabel halal di NTB,” ujar Made menjawab wartawan, Senin (1/7).
Anggota Komisi II DPRD NTB bidang Pariwisata, Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Perdagangan dan Perindustrian itu menyatakan, jika merujuk paparan
Komunitas Tourism Watch NTB maka penguatan tata kelola pengembangan wisata halal di Lombok masih sangat lemah. Padahal, standar pengembangan yang digunakan juga mestinya disesuaikan dengan standar yang ada di Global Muslim Travel Index (GMTI), seperti terkait akses, komunikasi, lingkungan dan servis.
“Wajarlah, kita heran, karena standar global yang juga dijadikan acuhan oleh kementerian Pariwisata juga tidak bisa diterapkan. Bagaimana, kita mampu menggaet pasar wisatawan halal dunia,” tegas Made lantang.
Menurut dia, keseriusan pengelolaan wisata halal ini juga perlu didukung dengan arah dan porsi kebijakan Pemprov NTB dimasa Gubernur Zulkieflimansyah dan Wagub Sitti Rohmi Djalilah. Sebab, alokasi perencanaan wisata halal tidak nampak spesifik tertuang dalam RPJMD.
“Dispar dan Kemenpar mengklaim sudah menjalankan program pariwisata halal di NTB, khususnya servis. Kecuali destinasi masih belum ada seperti di amanat Peraturan Daerah (Perda). Tapi memang tidak disebutkan di RPJMD, yang disebutkan itu hanya secara umum. Yakni, NTB ramah wisatawan tanpa mengurai soal konsep wisata halal yang menjadi brainding NTB selama ini,” jelasMade.
Ia menjelaskan, masyarakat dan pelaku usaha pariwisata secara menyeluruh masih belum satu kesepahaman dengan istilah dan penerapan wisata halal. Sehingga seringkali menjadi pro dan kontra di tingkat bawah. Padahal, lanjut Made, NTB telah memiliki perda wisata halal yang pertama di Indonesia.
“Kita sayangkan, standar dari GMTI yang sudah ada serta ditambah adanya perda belum juga diaplikasikan dengan konsisten,” ucapnya seraya menambahkan oal wisata halal itu sebenarnya sangat mudah jika konsep pengelolaan baik dari sisi destinasi, kelembagaan dan industri bisa terus dimasivkan aplikasinya sesuai standar di GMTI dan amanah perda. RUL.