Sabtu , Februari 15 2025

Mengenal Kesenian Tongkek, Tradisi Masyarakat Selong

Bagian 1

Inak Amakku, semeton jari ku pada

Endekna arak ita gen kekel lek Dunia

Dakakta Sugi, dakakta bangsa Mulia

Endekna arak guna mun endekna arak Agama

Pacu gamakna ngaji Sembahyang Puasa

Mudahan gamak tapada tama Sorga….

Pacu gamakna ngaji Sembahyang Puasa

Mudahan gamak tapada tama Sorga

(Lagu/Syair : TGKH.Muhammad Zainuddin Abdul Majid)

            Bait Nasyid Sasak pesan Agama karya Ulama’ besar Lombok Al-Magfurullah Bapak Maulanassyeikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid itu diperdengarkan oleh kelompok   remaja di sebuah desa lewat alat musik kreatif tradisional dari bamboo. Hal itu biasa diperdengarkan untuk membangunkan orang untuk makan Sahur pada setiap bulan Ramadlan.

            Tong-tong, namanya Enak didengar, tak kalah dengan kemasan musik para musisi.           Awal mula Tong-tong ini bernama Tongkek yang diperkenalkan pertama kali olehramaja Desa Pancor (decade tahun 70 an sudah dimainkan)dalam membangunkan orang untuk shalat Subuh. Di masa lampau, alat modern seperti pengeras suara belum ada. Oleh masyarakat di lingkungan Desa Pancor  (termasuk tidak jauh dari lingkungan Madrasah NW Pancor) kemudian memperdengarkan Tongkek ini.

            Waktu itu, antara remaja Gubuk Baret (Lauk Masjid) dengan Gubuk Bermi Desa Pancor bersama-sama membangunkan orang untuk masing-masing laingkungan sekitarnya. Kelompok ini bertemu dan berakhir di Jalan Raya (tengah) jalur kendaraan menuju ke Selong, mereka bubar dan pulang sebelum menjelang waktu Subuh tiba untuk kemudian  melaksanakan kewajiban shalat Subuh di masjid maupun pesantren.

            Kegiatan tersebut kemudian berkembang, tidak saja pada saat jelang waktu Subuh, melainkan aktif juga  membangunkan orang untuk bangun makan sahur selama bulan Ramadhan. Demikianlah sampai hadirnya loudspeaker, secara perlahan kegiatan Tongkek dalam rangka membangunkan orang untuk shalat Subuh digantikan dengan azan loudspeaker. Setelah merata ada alat pengeras suara tersebut di setiap tempat sarana Ibadah, dengan sendirinya kegiatan kelompok Tongkek inipun tak aktif lagi.

            Namun, tak serta merta karya tradisional  religi ini hilang sama sekali larut ditelan zaman.  Di zaman modern ini Tongkek  muncul dengan nama Tong-Tong (tidak saja di Desa Pancor tetapi juga di tempat lain ) di beberapa tempat seperti di Desa Aikmel, Toya, Apitaik dan lainnya  khusus selama bulan Ramadhan, membangunkan orang untuk makan sahur. Setelah diperdengarkan Bang pertama (bang bedodok : sasak) dan terdengar suara marbot (lewat loudspeaker membangunkan orang untuk Sahur) serta dilanjutkan dengan pembacaan ayat Suci Al-Qur’an, kelompok  bubar untuk makan sahur dan setelah itu pergi shalat berjama’ah.

            Tongkek/Tong-Tong kini menjadi barang langka dan sebagai bukti sejarah yang telah ikut mengambil peran dalam syiar Islam di masa lampau. Esensinya sebagai budaya tradisional religi akan tetap eksis khususnya di Lombok Timur. kusmiardi

Check Also

Mendikbud Fadli Zon Beri Penghargaan Juara Puisi HPN Kalsel

Kedatangan Menteri Kebudayaan Fadli Zon di Lanud Sjamsuddin Noor Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel) disambut redanya …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *