LOTIM, Literasi-Sungguh amat mempesona. Itulah Desa Kembang Kuning di Kabupaten Lombok Timur di mata wisatawan domestik, terlebih bagi wisatawan mancanegara. Pesonanya memendarkan panorama khas kawasan agraris dengan hamparan persawahan hijau.
Desa yang terletak di lereng Gunung Rinjani itu memiliki beragam potensi atraksi seni dan budaya, kearifan lokal, dan keramahtamahan masyarakat. Desa yang berjarak 85 kilometer arah timur Kota Mataram, ibukota Provinsi NTB itu justru membuat intresting (rasa ingin tahu,red) wisatawan mancanegara untuk menyelami dan berbaur dengan kehidupan serba lokal di desa ini cukup tinggi.
Ketua Kelompok Wisata (Pokdarwis) Desa Kembang Kuning, Musanip, di Kembang Kuning mengaku survive atas upaya yang dilakukannya selama ini untuk lebih banyak berkontribusi bagi kemajuan pariwisata di desanya.
Musanip menyatakan potensi alam desa Kembang Kuning yang cukup menjanjikan dan bisa menjadi komoditi yang layak dijual kepada wisatawan dan tentunya memiliki efek domino secara ekonomi bagi masyarakatnya.
“Karena itu, apa yang kami lakukan bersama anggota Pokdarwis yang sebagian besar terdiri dari muda-mudi yang konsen terjadap kemajuan desanya mendapat umpan balik dari Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal (KPDT),” kata Musanip.
Sebutlah, paket wisata ‘Coffee Siong Kete’ sungguh sangat digemari wisatawan. Paket wisata Coffee Siong Kete atau menggoreng biji kopi melalui wajan (wadah) yang terbuat dari tanah liat yang oleh masyarakat Lombok dikenal dengan istilah “kete” itu memang terlihat prosesnya sederhana dan biasa saja. Namun inilah daya tarik wisatawan untuk langsung mencoba prosesing itu dari menggoreng kopi secara tradisional hingga menyuguhkannya menjadi secangkir kopi,” tuturnya saat ditemui dikediamanmya, Senin(8/4/2019).
Dijelaskan Musanif, wisatawan mancanegara sangat suka paket Coffee Siong Kete. Mereka menggoreng biji kopi dengan wajan dari tanah liat yang secara lokal disebut Kete. Kemudian memprosesnya hingga menyeduh dan menikmati kopi khas Desa Kembang Kuning.
Keseharian masyarakat petani yang sebagian besar jadi mata pencarahian masyarakat di desa ini juga menjadi hal yang menarik bagi wisatawan mancanegara.
Musanip mencontohkan, wisatawan yang datang biasanya menghabiskan waktu di persawahan. Melihat proses memetik kelapa, membuat minyak kelapa tradisional, hingga ikut belajar memasak dengan bahan sayur-sayuran yang langsung dipetik di lahan petani.
Menurutnya, Pokdarwis juga tengah aktif melakukan pelatihan muda-mudi untuk melestarikan alat musik tradisional Ketongkek. Ini alat musik terbuat dari rangkaian bambu, semacam angklung di Jawa Barat.
“Atraksi Ketongkek ini bisa dikolaborasi dengan fire dance dan lainnya, sehingga bisa jadi pertunjukan malam hari untuk tamu yang datang,” katanya.
Sekretaris Desa Kembang Kuning, Safarudin mengakui potensi desa berpenduduk 3000-an jiwa ini teramat banyak. Baik potensi pertanian, perkebunan, perikanan ataupun potensi alam pegunungan yang indah karena posisonya berada di bawah lereng Gunung Rinjani.
“Di sini kita punya air terjun yang masih alami, lahan persawahan yang luas yang dijadikan lahan usaha tani masyarakat. Panorama alam inilah yang kita eksplore dan ekspose melalui media sosial dan ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang ingin langsung berbaur dengan pekerjaan keseharian petani. Taruhlah umpamanya bagaimana manjat kelapa, memetiknya lalu menjadikannya sebagai bumbu sayur. Bahkan proses pembuatan minyak kelapa turut menjadi minat khusus sendiri bagi wisatawan. Dan kearifa lokal seperti ini yang kita jual, ” ungkaf Safar sapaan akrabnya.
Mr. Andrew wisatawan asal Prancis mengaku sangat senang dan bahkan ingin tinggal berlama-lama di desa ini.”Saya senang di alam pedesaan yang masih asli ini. Bisa berinteraksi dengan masyarakat dan tentunya bisa belajar kehodupan sosial dan budaya masyarakat desa,” kata Mr. Andrew. Hernawardi