Oleh Made Suyasa, dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Mataram
Pariwista Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara.Wisatawan yang mendatangi berbagai objek wisata di seantero Nusantara mempunyai peminatan yang berbeda. Peminatan tersebut didasarkan padasemakin bermunculannya objek-objek wisata/destinasi baru yang mengambil ikon-ikon budaya masyarakat sebagai daya tarik wisata dan sekaligus sebagai wisata alternatif, baik berupa artefak maupun hasil kreativitas dari peradaban budaya. Peradaban budaya masyarakat yang berupa produkseperti sastra berkontribusi positif terhadap pariwisata Indonesia, hal ini dibuktikan dari berbagai penamaan objek wisata dengan segala atraksi budayanya di berbagai daerah di Indonesia. Untuk itu diperlukan penelusuran tentang integralistik peradaban budaya (sastra) dalam pariwisata Indonesia.
- Pendahuluan
Peradaban adalah bagian-bagian dari budaya yang tinggi, halus, indah, dan maju atau dapat dikatan sebagai sekumpulan identitas terluas dari hasil budi daya manusia baik fisik maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni budaya, dan iptek) yang teridentifikasi melalui objektif umum. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit dapat berupa sistem kepercayaan, politik, adat istiadat, bahasa, peralatan, pakaian, bangunan, dan karya seni. Peradaban sebagai bagian dari aktivitas kehidupan manusia menjadi entitas budaya dalam membangun kolektifnya sehingga dapatdijadikan pencirinya. Keterkaitan peradaban budaya dengan aktivitas manusia sesudahnya tidak mudah dihilangkan atau dilupakan begitu saja, ia akan tetap terekam dan dijadikan sebagai ikon untuk penamaan produk barunya tidak terkecuali yang terkait dengan kepariwisataan.
Pariwisata sebagai aktivitas yang baru bagi sebagian masyarakat Indonesia saat inisedang mencari identitas yang sesuai dengan budaya dan tradisi yang berkembang. Ke depan diharapkan agar setiap destinasi wisata benar-benar mempunyai penciri yang berakar dari budaya dan tradisi masyarakatnya. Budaya dan tradisi menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas yang dijalani,sehingga perkembangan pariwisata tetap berkelanjutan (sustainable tourism). Untuk itu akar budaya masyarakat dalam berbagai ekspresi dapat dijadikan sebagai bagian dari pengembangan pariwisata Indonesia ke depan.
Salah satu peradaban yang mengakar dalam kehidupan masyarakat adalah karya sastra, mengingat cara penyampaian pesan dan nilai yang dibangun bersifat hiburan ‘estetik imajinatif’ sehingga mudah dikenal dan dikenang. Sastra sebagai peradaban ekspresif dikatakan cukup tua dalam sejarah peradaban seni manusia, karena itu awal kemunculannya diyakini sebagai bagian dari keyakinan yang bersifat religi. Itulah sebabnya manusia dalam menciptakan karya seni sastra selalu didasari oleh keyakinan pada era karya itu diciptakan, sehingga benar-benar terjadi penyatuan diri antara karya dan penikmatnya. Karya yang tercipta menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya yang terhayati melalui prilaku hingga meretas ke dalam ritual keseharian mereka dan bahkan menjadi benteng pengingat peristiwa imajinasi ke dalam peristiwa kehidupan yang sebenarnya.
Kini telah banyak peradaban masa lalu dimanfaatkan ke dalam berbagai zona kehidupan pemiliknya yang membuat orang lain bertanya tentang apa yang sebenarnya pernah terjadi dalam imajinasi kita. Peradaban budaya berupa sastra baik lisan maupun tulis yang menyebar luas di berbagai wilayahkini telah terintegrasi ke dalam pariwisata Indonesia mengingat pesonanya yang menakjubkan dan sulit dilupakan penikmatnya hingga banyak dijadikan nama-nama objek/ destinasi wisata. Sejauhmana produk-produk peradaban budaya (sastra) telah dijadikan bagian dari ikonnya pariwisata Indonesia. Dalam catatan penulis penamaan objek / destinasi wisata Indonesia diambil dari cerita rakyat baik tulis maupun lisan. Integralistik perdaban budaya dalam pariwisata Indonesia menarik untuk ditelusuri, diulas dari pendekatan hospitalitas dan profitabilitas.
2.Pendekatan Hospitalitas dan Profitabilitas
Kedua pendekatan di atas dapat digunakan untuk menelusuri objek/ destinasi wisata yang dikembangkan di Indonesia terkait dengan peradaban budaya (sastra). Hal ini tidak dapat dicermati dari satu sudut pandang, mengingat beberapa penamaan objek diambil dari berbagai peristiwa imajinatif yang terekam dalam karya sastra. Sastra telah mengobsesi sebagian orang untuk tetap didekatkan dengan kehidupan mereka sebagai produk yang tak ternilai harganya. Mengingat nilai dan daya pikat imajinatifnya yang begitu kuat membekas dalam ingatan hingga layak untuk diabadikan dalam setiap monument yang terbangun di masa kini. Disinilah hospitalitas karya tercerap dalam geliat pariwisata yang menjadi bagian yang tak terpisahkan antara karya sastra dengan objek/ destinasi. Dimanfaatkannya berbagai perdaban seperti karya sastra yang telah dikenal luas untuksebuah kawasan wisata Indonesia mempunyai nilai profitabilitas dalam pemasaran produk-produk wisata.
Secara profitabilitas, pariwisata mendapat banyak keuntungan dari penamaan objek yang telah lama terpatri pada setiap benak masyarakat lewat cerita yang berkembang dari generasi ke generasi. Cerita yang diambil dari nama tokoh, tempat atau peristiwa yang menarik dari cerita tersebutkemudian dijadikan ikon dari destinasi tersebut. Itulah fakta yang dapat kita temukan dari beberapa objek pariwisata Indonesia seperti, Mandalika Resort di Lombok, Tanjung Lesung di Banten, Batu Gantung di Simalungun, Tangkuban Perahu di Jawa Barat, Pantai Air Manis dan Jembatan Siti Nurbaya di Sumatra Barat, Bumi Laskar Pelangi di Belitung, Batu Gong dan Tanjung Menangis di Sumbawa, dan masih banyak objek lainnya.
Pariwisata selain berpikir tentang profitabilitas tidak bisa melupakan aspek hospitalitas sebagai aspek penting dalam pariwisata yang membuat banyak orang datang karena berbagai peradaban hidup yang berkembang dalam masyarakat dapat menjadi magnet kuat dalamkepariwisataan Indonesia. Hal ini diintroduksi melalui berbagai prilaku dan peristiwa cerita yang tercermin dalam kehidupan riil masyarakatnya. Peradaban budaya yang berupa karya sastra memberikan kontribusi pada industri pariwisata, dimana sastra ditransformasikan ke dalam bentuk lain yang berdampak positif pada industri pariwisata. Dari kedua pendekatan tersebut dalam industri pariwisata tidak dapat dipisahkan karena keduanya memberi manfaat terhadap keberlangsungannya. Melalui pariwisata berbagai peradaban produk budaya dapat diperkenalkan kepada wisatawan mancanegara dan lokal termasuk di dalamnya ada pelestarian. Pariwisata adalah industri yang berorientasi profit membutuhkan dukungan material dan non material sebagai produk jualan yangmempunyai keunikan dapat berupa kearifan lokal, peradaban budaya masyarakat menjadi pencirinya.
3.Integralistik dalam Industri Pariwisata
Kata integralistik dalam KBBI dikatakan bersifat integral; tidak terpisahkan; terpadu antar usur atau bagian yang menyatu dalam kesatuan yang tidak terpisahkan. Peradaban budaya (sastra) dengan pariwisata yang menjadi satu-kesatuan ditunjukkannya dari pemanfaatan unsur-unsur sastra dalam geliat pariwisata. Selain itu dalam pengembangan suatu kawasan wisata harus memperhatikan tiga A yakni, attraction, accessibility, dan amenity. Atraksi berakar dari kekhasan/ keunikan budaya masyarakat yang tercermin dalam berbagai wujud baik berupa seni, ritual dan sebagainya, yang semua berakar dari peradaban budayanya. Aksesibilitas yakni, memberikan kemudahan kepada wisatawan untuk menuju tempat yang dijadikan objek/ destinasi wisata. Sedangkan amenity meliputi sikap sopan santun dan ramah, kenyamanan/ keamanan, dan fasilitas penunjang yang memadai. Ketiga hal di atas menjadi persyaratan sebuah destinasi yang dapat ‘dijual’ kepada wisatawan.
Selain itu sebuah kawasan wisata menurut Syamsu, dkk.dalam Suyasa (2018)mengatakan bahwa perencanaan pengembangan suatu kawasan wisata memerlukan tahapan-tahapan pelaksanaan seperti: Marketing Research, Situational Analysis, Marketing Target, Tourism Promotion,pemberdayaan masyarakat dan swasta dalam promosi dan Marketing.Lebih lanjut dijelaskan, untuk menjadikan suatu kawasan menjadi objek wisata yang berhasil haruslah memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut. (1) Faktor kelangkaan (Scarcity) yakni: sifat objek/atraksi wisata yang tidak dapat dijumpai di tempat lain, termasuk kelangkaan alami maupun kelangkaan ciptaan. (2) Faktor kealamiahan (Naturalism)yakni: sifat dari objek/atraksi wisata yang belum tersentuh oleh perubahan akibat perilaku manusia. Atraksi wisata bisa berwujud suatu warisan budaya, atraksi alam yang belum mengalami banyak perubahan oleh perilaku manusia. (3) Faktor Keunikan (Uniqueness) yakni sifat objek/atraksi wisata yang memiliki keunggulan komparatif dibanding dengan objek lain yang ada di sekitarnya. (4) Faktor pemberdayaan masyarakat (Community empowerment). Faktor ini menghimbau agar masyarakat lokal benar-benar dapat diberdayakan dengan keberadaan suatu objek wisata di daerahnya, sehingga masyarakat ada rasa memiliki agar timbul keramahtamahan terhadap wisatawan yang berkunjung. (5) Faktor Optimalisasi lahan (Area optimalsation)maksudnya adalah lahan yang dipakai sebagai kawasan wisata alam digunakan berdasarkan pertimbangan optimalisasi sesuai dengan mekanisme pasar. Tanpa melupakan pertimbangan konservasi, preservasi, dan proteksi. (6) Faktor Pemerataan harus diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan manfaat terbesar untuk kelompok masyarakat yang paling tidak beruntung serta memberikan kesempatan yang sama kepada individu sehingga tercipta ketertiban masyarakat tuan rumah menjadi utuh dan padu dengan pengelola kawasan wisata.
Pariwisata sebagai industri pelayanan tidak dapat berjalan sendiri dibutuhkan adanya integralistik yang melibatkan berbagai unsur dalam masyarakat, pengusaha, dan alam yang ada di sekitarnya. Tanpa hal itu pariwisata akan sulit bertumbuh menjadi industri yang berkelanjutan.Integralistik menjadi hal penting dalam pengembangan pariwisata ke depan dengan menerapkan kedua pendekatan di atas.
4.Penutup
Integralistik peradaban budaya dalam pariwisata Indonesia menjadi hal penting dalam rangka membangun keunikan pariwisatanya, mengingat jumlah suku bangsa yang begitu banyak dengan berbagai peradaban budayanya. Modal dasar pariwisata Indonesia dalam bentuk peradaban budaya dibutuhkan adanya penelusuran, pengkajian, pengemasan dalam berbagai produk wisata berupa atraksi. Keterlibatan akademisi, budayawan, masyarakat, pemerintah,dan para pengusaha sangat dibutuhkan. Untuk itu sinergi semua pihak penting untuk dilakukan dalam rangka membangun pariwisata berkelanjutan yang berbasis masyarakat.Salam Pesona Indonesia “Wonderful” (Mataram, Maret 2019).