SELONG, Literasi-Bantal bukan hanya jadi sandaran kepala. Nah, di Lombok Timur, tepatnya di Desa Gapuk, bantal bisa dimakan. Namun, ini tentu bukan bantal yang disebut tadi, melainkan kue bantal, penganan tradisional masyarakat Lombok.
Bantal, merupakan kuliner (kategori jajanan) tradisional Sasak di Pulau Lombok yang terbuat dari bahan baku ketan, pisang (pisang raja dan pisang ketib) dan parutan kelapa. Biasanya isi dalamnya berupa pisang. Setelah bahan baku tersebut diadon, kemudian dibungkus dengan daun janur/daun kelapa muda (bombong : Sasak) selanjutnya dimasukkan ke rombong ukuran besar dan direbus selama 4 jam.
Dalam 1 ikat kue bantal yang dijual di pinggir jalan raya biasa berisi 8 biji bantal dengan harga 1 ikat 15.000. Sedangkan rombong itu bisa menampung sebanyak 27 ikat bantal.
Pembuatan bantal ini biasanya dilakukan pagi hari dimulai sekitar pukul 07.00 Wita hingga 09.00 Wita. Sehingga pada siang hari para konsumen masih mendapatkan kue dalam keadaan hangat bila datang membeli mulai jam 11 hingga 13.00 wita.
Sementara ini para pengrajin langsung membuka lapak (tempat jualan) di depan rumahnya di pinggir jalan. Sehingga, kalau diperhatikan di pinggir jalan Desa Gapuk nampak berjejer pajangan jajan bantal. Hal itu nampak di depan rumah (lapak) para penduduk yang rata-rata berprofesi sebagai pengrajin pembuatan jajanan tradisional itu. Profesi itu sudah dijalani sejak puluhan tahun silam. Sehingga, Gapuk dari dulu hingga saat ini terkenal dengan ikon bantal.
Para konsumen tidak saja datang dari lingkungan masyarakat sekitar, tetapi juga dari desa lain. Pengendara mobil dan sepeda motor jurusan Labuhan Lombok-Mataram atau sebaliknya jurusan Mataram-Labuhan Lombok yang biasa melintasinya mengenal jajanan yang satu ini. Jam buka para pedagang hingga malam hari sekitar pukul 22.00 s/d 11.00 wita. Terkait omzet hasil penjualan berkisar Rp 200 ribu hingga 400 ribu/hari.
“Paling bawa satak iu, paling luek samas iu nggih, Pak (paling rendah 200 ribu, paling banyak 400 ribu ya Pak),” tutur Inaq Herman (54) yang sudah 20-an tahun berjualan bantal.
Menurut Inaq Herman, kegiatannya sebagai pembuat/penjual bantal telah memberikan penghidupan dengan rizki yang cukup. Kelebihannya ditabung untuk biaya hidup dan sekolah anaknya. Hal itu dilihat dari 2 orang anaknya yang sudah sarjana.
“Alhamdulillah Pak, dari usaha ini dapat mencukupi hidup sehari-hari. Anak saya dua orang sudah sarjana, masing-masing lulus kuliah di Pancor dan yang satunya di Anjani,” ujarnya.
Pengakuan yang sama juga disampaikan oleh Inaq Mujiono (47). “Tergantung dari rizki Pak, rata-rata kita di sini menjual bantal seperti yang bapak lihat. Rata-rata 300 ribu Pak. Kadang 200 ribu kadang 400 ribu, ya sekitar itu, Pak,” katanya. (Kusmiardi).