Mantar merupakan salah satu desa yang masuk wilayah Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB, yang berada di atas punggung bukit pada ketinggian 630 meter di atas permukaan laut.
Sejauh mata memandang yang tersaji adalah keindahan. Desa Wisata Bukit Mantar di “Bumi Undru” Sumbawa Barat itu menyajikan perpaduan panorama alam yang memesona dan hawa dingin khas pegunungan.
Meski telah dikenal sebagai lokasi event paralayang kelas dunia bertajuk “Mantar Paragliding XC Open Internasional” pada Juli tahun 2017 lalu, hingga kini fasilitas di wilayah tersebut masih minim. Yang ada di lokasi tersebut hanya tempat selfie yang pembangunanya berasal dari Pemprov NTB. Sedangkan, fasilitas lainnya berupa tempat kuliner untuk tempat makan para pengunjung justru sama sekali tidak ada. Padahal, lokasi tersebut dirasa sangat indah.
Jika pengunjung memandang ke arah barat bisa disaksikan gugusan pulau dan keindahan pemandangan alam dengan latar belakang Pulau Lombok dan Selat Alas. Ini belum termasuk pesona lain yang bisa dinikmati dari atas punggung Bukit Mantar adalah Pulau Panjang yang membentang seakan membelah laut perairan Selat Alas.
Selain itu, dari punggung bukit itu, keindahan Gunung Rinjani yang terkenal di dunia juga tampak terlihat jelas. Bahkan, dari puncak bukit Mantar juga bisa menikmati gugusan pulau-pulau kecil yang dikenal dengan sebutan “Gili Balu” (delapan pulau kecil).Yakni, pulau-pulau yang tak berpenghuni itu adalah Pulau Kenawa, Pulau Mendaki, Pulau Paserang, Pulau Belang, Pulau Ular, Pulau Nako dan Pulau Kalong.
“Lokasi di Bukit Mantar ini sangat indah, tapi setelah 20 menit kita ndak tahu mau cari makan dimana, jujur kita lapar sekali. Saya termasuk, orang yang bingung harus nyari makan dimana, karena disekeling areal tidak ada orang yang berjualan. Untungnya, saya membawa bekal roti ala kadarnya,” ujar Ketua Fraksi PKS DPRD NTB, Johan Rosihan melalui pesan tertulisnya.
Anggota DPRD NTB dapil Sumbawa-KSB menyayangkan obyek wisata yang sangat indah yang sudah terkenal itu justu belum tertata dengan baik. Padahal, jika pemda setempat melalui SKPD terkait dapat berkreasi, maka akan bisa mendatangkan PAD yang meningkat kedepannya.
“Hasil foto di sini sangat keren, kita sayangkan, jangan sampai tamu membawa pulang kekecewaan dengan rasa lapar,” kata Johan.
Kendati berada di wilayah terisolir, Mantar merupakan salah satu desa yang cukup dikenal di tingkat nasional karena desa ini pernah menjadi lokasi pengambilan gambar film “Serdadu Kumbang” garapan sutradara kondang Ari Sihasale yang mengisahkan tentang kehidupan tiga bocah yang hidup dalam kondisi serba kekurangan.
“Seluruh masyarakat di wilayah Indonesia sudah mengenal nama Mantar. Jadi, ayo tata dan percantik Mantar dengan fasum yang layak, tambah minimal tenda-tenda kuliner disana. Hasil diskusi saya dengan pegiat wisata disitu, berharap adanya penataan yang lebih baik,” ungkap Johan.
Ketua Komisi III DPRD NTB bidang Keuangan dan Perekonomian itu menambahkan akan mencoba membantu menyuarakan usulan masyarakat setempat melalui dana aspirasinya pada pembahasan APBD NTB dalam waktu dekat ini. Pihak Pemprov melalui SKPD terkait justru belum terlihat menganggarkan biaya apapun guna menunjang desa Mantar sebagai distinasi unggulan di wilayah Pulau Sumbawa.
“Saya akan coba upayakan melalui dana aspirasi (pokir) saya untuk menata kawasan itu. Sehingga, pokdarwis yang ada di wilayah setempat dapat terberdaya dan termotivasi membangun wilayahnya,” tandas Johan Rosihan.
Dihubungi terpisah, tokoh masyarakat yang juga Ketua Adat Desa Mantar, M Nasir B, mengisahkan penduduk Desa Mantar merupakan keturunan dari bangsa Portugis yang kapalnya terdampar dan rusak di perairan pantai di bawah Bukit Mantar tahun 1814 yang kini masuk wilayah Desa Tuananga, Kecamatan Poto Tano.
Para penumpang kapal itu terpaksa menetap di Desa Kuang Buser dan Tuananga. Kemudian mereka mendaki lereng bukit dan akhirnya menetap di pucak bukit berketinggian 630 meter di atas permukaan laut yang kini menjadi Desa Mantar.
Untuk menjangkau desa di perbukitan Mantar itu menempuh medan cukup berat. Jalan dengan terjal dan berkelok-kelok menambah sulitnya menjangkau desa yang berada di puncak bukit itu.
Jalan menuju Desa Mantar hanya bisa dilalui kendaraan dengan tenaga penggerak empat roda atau “four wheel drive (4WD ) atau 4X4. Warga Desa Mantar hanya mengandalkan itu. Sementara itu, di ketinggian 630 meter di atas permukaan laut Desa Mantar kini telah dibangun landasan paralayang dan sejumlah fasilitas penunjang lainnya menggunakan anggaran yang bersumber dari dan tangggung jawab sosial perusahaan (CSR) PT Newmont Nusa Tenggara (NNT). fahrul