MATARAM, Literasi – Pengelolaan sampah baik di Kota Mataram maupun kabupaten lain masih belum kelar. Hal inilah yang memberi citra buruk pariwisata yang sejak bertahun-tahun belum bisa diatasi dengan bak.
Di Kota Mataram, misalnya, belakangan jumlah tempat pembuangan sampah (TPS) liar makin menjamur. Bahkan, di berbagai tempat telah banyak muncul banyak penumpukan sampah liar yang berasal dari sampah-sampah rumah tangga.
Kodisi sampah sempat mencuat pada Gathering Kepariwisataan yang digelar STP Mataram belum lama ini. Bahkan hal itu diakui sejumlah pejabat dinas pariwisata sehingga memerlukan penanganan yang segera.
Anggota DPRD NTB dapil Kota Mataram, Made Slamet MM menjawab wartawan, Senin (4/2), mengaku prihatin atas buruknya pengelolaan sampah akhir-akhir ini. Khususnya di Kota Mataram sebagia Ibukota Provinsi seharusnya hal itu tidak boleh terjadi di saat Pemkot Mataram telah memiliki tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok yang berada diluar wilayah setempat.
Oleh karena, seharusnya persoalan sampah dari rumah tangga ke TPS sudah bisa diatasi sedari awal dengan berbagai langkah antisipasi. “Kalau menumpuk seperti saat ini, itu artinya memang masalahnya ada di penjemputan sampahnya yang memang bermasalah. Wajarlah, muncul adanya TPS liar di berbagai wilayah di Kota Mataram saat ini,” tegas Made.
Sebagai mantan pimpinan DPRD Kota Mataram, Made menyatakan persoalan penumpakan sampah sebenarnya bisa diatasi jika pemda setempat punya niatan baik diantaranya menambah armada mobil mobil angkutan sampah dan tenaga pengangkutanya (SDM).
Oleh karena itu, Kota Mataram yang merupakan ibukota provinsi NTB, di ibaratkannya merupakan ‘gadis perawan’ yang tinggal ditata dan dipercantik dengan kefokusan. Sehingga, anggaran penanggulangan sampah harusnya diperbesar.
“Masalah di Kota Mataram hanya tiga, yakni sampah, banjir dan pedagang kaki lima (PKL). Jadi, kalau pemkot mau serius menata Mataram, maka tiga hal ini yang difokuskan diperbesar anggarannya,” kata Made.
“Kalau sampah, bila perlu 24 jam pengangkutannya, kan tinggal tambah armada mobil dan tenaganya. Nah, kalau anggarannya kurang, kan bisa dibicarakan dengan pemprov NTB, enggak ada yang sulit sebenarnya sepanjang pak Walikota dan Kadis LH Mataramnya serius dan mau berkomunikasi,“ tambah Made Slamet.
Pada daftar Penggunaan Anggaran (DPA) di Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, diketahui untuk pengelolaan sampah hanya mencapai Rp 8 miliar. Anggaran ini, kata Kadis LH Kota Mataram, Irwan Rahadi, adalah anggaran rutinitas. Sementara, produksi sampah setiap hari meningkat.
Minimnya anggaran penanganan sampah, menurut dia, tidak bisa dipaksakan karena harus menyesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah. “Kalau pengadaan roda tiga itu bukan di LH. Itu pun hanya instrumen saja. Semetara, sampah yang dibawa dari lingkungan jadi tanggungjawab kami,” kata Irwan beberapa waktu lalu.
Ia membenarkan, saat ini beberapa depo sudah menumpuk dipengaruhi faktor cuaca, karena keterbatasan armada sehingga sampah tidak bisa terangkut semua. Beberapa kelurahan bahkan sudah melayangkan protes untuk pengangkutan sampah dioptimalkan. “Kalau kita estimasi dari beberapa titik, hampir sampai 10 truk dum sampah yang tidak terangkut setiap harinya,” ujar Irwan.
Beberapa langkah dilakukan diantaranya sweeping sampah. Karena tenaga manusia sudah tidak memungkinkan untuk dibeberapa deposeperti di Jalan Sandubaya sudah ada beberapa komplin. Untuk jadwal pengangkutan sampah dipercepat setiap hari. “ Kita jadwalkan dua kali sehari memang harus diangkut. Sehingga tidak terlalu menumpuk,” ucapnya.
Sampah di TPST kian menggunung sementara tungku sampah yang sudah dibangun yang menghabiskan uang ratusan juta belum bisa dioptimalkan. Nampak di lokasi tungku tumpukan sampah sudah menggunung.
Hal ini akibat terbatasnya TPS resmi yang disiapkan Dinas Kebersihan Kota Mataram, sehingga warga memilih menumpuk sampah di beberapa titik terdekat dengan permukiman. RUL.