MATARAM, Literasi – Kendati mutasi pejabat struktural di lingkup organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov NTB merupakan kewenangan mutlak dari Gubernur Zulkieflimansyah, kebijakan mutasi yang menyasar sebanyak 26 jabatan eselon II, III dan IV pada Senin (7/1) petang lalu, terus memunculkan reaksi.
Sebab, setelah terindentifikasi ada beberapa pejabat yang merupakan keluarga dan kerabat Gubernur Zulkieflimansyah, pada mutasi itu masuk pula nama seorang dokter umum yang mengisi posisi Sekretaris Dinas Pariwisata juga menjadi sorotan.
“Kami menghargai kewenangan yang dimiliki gubernur dalam menempatkan para pembantunya dan jajarannya. Tapi, pak Gubernur kita dorong agar lebih cermat dari sisi melihat disiplin ilmu, kekerabatan dan jangan hanya terfokus pada salah satu etnis tertentu saja,” ujar Ketua DPRD NTB Hj. Baiq Isvie Rupaedah menjawab wartawan, Kamis (10/1).
Ia menegaskan, telah memberikan catatan pada Gubernur dan Wakil Gubernur agar proses mutasi pejabat mempertimbangkan kompetensi khususnya penempatan personel di setiap organisasi perangkat daerah (OPD).
“Yang pasti, kedepan jangan asal comot tapi disiplin ilmu dan kemampuan pejabatnya juga harus dilihat dengan cermat. Ingat, NTB punya banyak stok ASN berkualitas yang layak dipertimbangan dari sisi kepangkatan dan kemampuan mereka,” kata Isvie lantang.
Terpisah, anggota Komisi I DPRD NTB bidang Aparatur, Hukum dan HAM, H. Makmun, juga menyayangkan sikap Gubernur Zulkieflimansyah yang menempatkan seorang dokter menjadi sekretaris pada Dinas Pariwisata.
Padahal, jika merujuk fakta, Provinsi NTB tengah mengalami kekurangan tenaga medis, apalagi seorang dokter yang tugasnya di Pulau Sumbawa. “Seharusnya itu dipikirkan, mengingat kebutuhan dasar kita di bidang kesehatan sangat kurang. Sekretaris Dinas Pariwisata saat ini adalah mantan Dirut RSU Rujukan Sumbawa. Jadi jika ia dipindah ke Lombok, tentunya tenaga dokter di Sumbawa akan berkurang,” ujar Makmun.
Politisi PKB itu mengungkapkan, jika alasan gubernur menempatkan seorang dokter menduduki jabatan di Dinas Pariwisata karena ingin menjadikan NTB khususnya Lombok, sebagai destinasi ‘medical tourism’ pada masa mendatang, itu juga tidak tepat. Sebab, menurut Makmun, masih banyak hal lain yang perlu juga dipikirkan daripada memikirkan pariwisata yang dikaitkan dengan medis.
“Kita tahu pariwisata terkait bidang kesehatan belum begitu populer di Indonesia, banyak daerah yang juga belum mengembangkannya. Saya tahu gubernur mungkin memiliki pertimbangan lain, tapi perlu diingat kita ini kekurangan tenaga medis, lebih-lebih seorang dokter,” tegas Makmun. RUL.