Kuliner yang satu ini tidak seperti biasanya. Warnanya kecoklatan. Rasanya pun lezat. Pantas saja, karena telur siap saji ini merupakan telur bakar “Made ini Terara”.
Hasil pengolahan produk ini menampilkan flavor dan aroma tersendiri. Rasanya tidak terlalu asin dan tanpa bau amis. Karena itu, telur asin bakar ini bisa dikonsumsi dengan berbagai keperluan, bisa untuk lauk pauk maupun untuk camilan,
Hal lain yang juga merupakan kelebihan dari telur asin bakar adalah kadar air yang sangat rendah, sehingga mampu bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama ketimbang telur asin rebus.
“Karena tidak terlalu asin dengan aroma yang tidak nek, enak, gurih dan aman, disukai oleh berbagai tingkat umur, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia. Bahkan tidak menjadi halangan bagi penderita hypertensi,” tutur M.Ibrahim, pembuat telur asin bakar sekaligus peternak itik dari Desa Terara.
Barangkali telur asin bakar Desa Terara memang bukan satu-satunya di NTB. Namun, keberadaannya telah membawa Lombok Timur mewakili provinsi dalam ajang produk teknologi pangan inovatif di Jakarta.
Hal itu berawal dari Ibrahim yang seorang peternak 100 ekor itik pada tahun 2008. Untuk menjalankan aktifitasnya, dia menampung sejumlah 12 warga masyarakat untuk menjadi anggotanya. Kelompok peternak yang dipimpinnya itu kemudian diberi nama “Aznajaya”.
Usaha yang digiatkannya kemudian mendapat perhatian dari Pemda. Pada tahun 2011 dia mendapat bantuan sebanyak 130 ekor itik dari Pemda Provinsi NTB. Pada tahun 2012 ternak Itiknya berkembang menjadi 900 ekor.
Rasa ingin mengembangkan usahanya untuk lebih maju pun kemudian terlintas dalam pemikirannya. Untuk itulah kemudian pada tahun 2012 M.Ibrahim mencoba membuat telur asin yang tampil beda sehingga mempunyai nilai jual lebih daripada telur asin biasa, yaitu membuat Telur Asin Bakar.
Apa yang menjadi niatnya pun berhasil, telur asin bakar yang dibuat ternyata disukai dan banyak peminat, bahkan produknya sudah dikenal hingga luar daerah.
“Dari mulut ke mulut dikenal orang, dan kita coba kenalkan lewat internet. Alhamdulillah dari luar daerah menyambutnya dengan memesan telur asin bakar,” ungkap alumni FIKP program Studi PKn Universitas Muhammadiiyah Mataram ini.
Dibawah binaan Dinas Peternakan dan Kesehatan NTB dan Dinas Pertanian dan Peternakan Lombok Timur, Kelompok Ternak Aznajaya eksis mengembangkan dirinya dan mempunyai beberapa kelompok binaan. Satu kelompok terdiri dari 6 s/d 8 orang, dengan jumlah ternak 200 hingga 500 ekor itik/kelompok. Ditahun 2014 bantuan diperolehnya dari Dinas Koperasi NTB dalam bentuk bantuan wirausaha pemula sejumlah Rp 15 juta.
Upaya Pengembangan
M.Ibrahim menjelaskan, usahanya itu bisa menghasilkan 210 butir/hari atau jika dirata-ratakan menjadi 6.000 butir/bulan. Dampaknya pada penyerapan tenaga kerja kelompok pengrajin anyaman di Desa Terara.
“Setiap pengiriman telur asin bakar ke Jawa (Jakarta) maupun ke Bali, kita memakai kemasan dari anyaman yang dibuat oleh para pengrajin yang ada di Desa Terara ini. Kemasan dengan berbagai ukuran, ada kemasan yang berisi 10 butir dan ada yang berukuran untuk 30 butir telur,” jelasnya. Sedangkan untuk kelompok binaannya sementara ini difokuskan untuk produksi dan penjualan telur biasa. Setelah itu kedepan diarahkan untuk membuat telur asin bakar.
Pengalaman telah membuat M.Ibrahim semakin matang dalam urusan pengembangan usahanya. Kedepan, ia ingin mengadakan pelatihan pertanian swadaya untuk persiapangan pengembangan serta diversifikasi usaha dari produk telur Itik ini.
“Kita latih para peternak yang ada untuk kemudian bukan telur asin bakar saja yang kita usahakan, bahkan, kita arahkan pengembangannya ke diversifikasi usaha aneka pengolahan telur asin dan lainnya. Ada telur asin bakar, ada telur asin oven, telur asin panggang, abon telur dan lainnya. Namun tetap sebagai produk unggulan kita adalah telur asin bakar dan bahkan kita berharap menjadi ikon Daerah Lombok Timur,” paparnya.
Untuk mengembangkan usahanya, M.Ibrahim telah membuat mesin tetas telur berkapasitas 100 butir hingga 300 butir. “Kita berdayakan potensi masyarakat yang punya keahlian sebagai tukang untuk membuat mesin tetas dengan kreativitas yang kaya pengalaman dan inspiratif,” katanya.
Selain itu, dalam budidaya itik dilakukan perkawinan silang antara Itik Mojosari (jantan) dengan Itik Alabio yang menghasikkan bibit unggul dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. “Kita dapatkan varietas Ratu, dikenal sebagai MA dengan daya produktivitas 190 butir/tahun/ekor, lebih besar dari pada sebelumnya yaitu 170 butir/tahun/ekor,” tambahnya.
Keberhasilan yang diraihnya menjadikan kelompok ini mendapat bantuan. Tahun 2015 pihaknya mendapat bantuan Rumah Produksi senilai Rp 50 juta dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Provinsi NTB, sebagai tempat kegiatan kelompok. Dan, pada tahun 2016 mendapat kepercayaan mewakili NTB dalam ajang Lomba Ternak Itik tingkat nasional.
Kini, produk telur asin yang dibuatnya sekitar 6000 butir/bulan dengan harga Rp 3.500/butir. Sedangkan untuk telur itik biasa, dalam 1 tre (30 butir) dibandrol antara Rp 46 ribu hingga Rp 50 ribu. kusmiardi.