Amaq Rohini sampai saat ini menerima pesanan Suri dari para pengrajin tenun tradisional Sesek Kereng asal Lotim, Loteng, Lobar, dan bahkan dari luar daerah seperti Bali. Jika tidak ada dirinya, bisa dibayangkan nasib kerajinan tenun. Karena itu, Amaq Rohini menjadi harapan para pengrajin tenun.
Menurut Amaq Rohini, para pemesan suri itu datang dari Desa Pringgasela dan Desa Kembang Kerang Lotim, Desa Sade Loteng dan Desa Sukarara Loteng, termasuk dari Kota Mataram. “Orang yang memesan Suri ini rata-rata 1 kodi ya,” kata Rohini yang didampingi anaknya, Hariyadi.
Mewakili Amaq Rohini, Hariyadi menuturkan Suri dalam bentuk halus dan kasar dibuat dalam jangka waktu 1 sampai dengan 2 hari untuk setiap biji. Untuk yang rada kasar dubutuhkan 1 hari, sedangkan untuk Suri yang halus dibutuhkan waktu 2 hari.
Dalam 1 kodi terdiri dari 20 biji dan dibutuhkan waktu 3 minggu untuk pembuatan 1 kodi Suri itu atau rata-rata 1 kodi/bulan.
“Para pemesan itu berasal dari Loteng, Lotim, Lobar. Ada juga dari KLU namun sangat jarang. Selain dari Pulau Lombok bahkan ada juga pesanan dari luar daerah seperti Bali, karena mereka mengakui bahwa Suri buatan Lombok masih lebih baik,” ujarnya.
Menurut Hariyadi, daya tahan 1 biji Suri 6 hingga 12 bulan. Namun, itu semua sangat tergantung dari si pemakai. Karena itu, bisa juga 1 hingga 2 bulan Suri sudah rusak.
Ia mengatakan Suri yang halus berukuran lebih panjang, rapat dan lebar serta akan menghasilkan produk kain tenunan yang tebal, kuat dan berkualitas lebih baik. Sebaliknya, Suri yang kasar lebih pendek, kurang rapat dan agak kurang lebar serta akan menghasikan produk kain tenunan yang kurang tebal, kurang kuat namun berkualitas cukup baik.
“Sehingga kain hasil tenunan Sesek Kereng itu pun harganya beragam, karena menurut kwalitasnya, mulai dari Rp 200.000 hingga jutaan rupiah per lembar kain,” terang guru di Ponpes Maraqit Ta’limat Mamben ini.
Menurut Hariyadi kedepan bandrol harga bisa lebih tinggi karena kondisi bahan baku pembuatan Suri itu sendiri cukup sulit didapatkan. Salah satu bahan baku pembuatan Suri adalah bambu. “Dan tak sembarang bambu, harus bambu yang khusus untuk tali temali itu (ampel tereng : Sasak) dan betul-betul lurus,” ujarnya.
Menurut Hariyadi, omzet penjualan sangat tergantung dari pemesan dan jenis Suri yang dibuat serta kondisi perhitungan dari biaya bahan baku seperti bambu dan bagian dari pohon nipah yang belakangan sulit dicari.
“Sejauh ini bahan baku kita dapatkan dari desa setempat dan wilayah desa lain di Lotim,” katanya sembari menambahkan bahwa sewaktu-waktu dirinya juga ikut membantu orang tuanya.
Suri sebagai bagian dari komponen alat tenun tradisional Sesek Kereng harus mendapat perhatian karena tenunan tradisional Sesek Kereng Lombok merupakan peninggalan leluhur yang harus dilestarikan.
“Dan yang lebih penting adalah adanya binaan dari pemerintah dan pihak terkait lainnya,” katanya. kusmiardi